SIKATNEWS.id | Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga mengeluarkan pernyataan menohok dalam kasus pencabutan lahan yang dibarengi dengan perobohan hotel dan resort Purajaya, Kota Batam, sebagai kezaliman terhadap Bangsa Melayu.
Pasalnya, dari begitu banyak hotel dan resort di Pulau Batam, Purajaya satu-satunya milik saudagar Melayu, namun dicabut dan dirobohkan oleh saudagar lain dan dilindungi oleh Badan Pengusahan (BP) Batam.
“Apa yang terjadi terhadap Purajaya, menurut saya merupakan kezoliman terhadap saudagar Melayu, atau dapat disebut kezaliman terhadap Bangsa Melayu. Hanya satu di antara sekian banyak hotel dan resort mewah di Batam, yang menjadi kebanggaan putra Melayu, tetapi itupun dicabut alokasi tanahnya dan bangunannya dihancurkan. Apa sebutan yang tepat selain kezaliman,” kata pria yang menduduki posisi Sultan dalam Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL), Tengku Armizan kepada wartawan di Jakarta (19/03).
LAKRL, katanya, pada saat ini sedang memperjuangkan hak ulayat atas Pulau Batam, Rempang dan Galang, yang didasari pada dokumen kepemilikan sah.
“Perjuangan yang kami lakukan, setelah melihat banyaknya kezaliman yang dilakukan oleh oknum-oknum berkuasa, seperti BP Batam dan pengusaha, yang faktanya didukung oleh Pemerintah. Kasus Purajaya menjadi salah satu contoh zalimnya penguasa terhadap masyarakat adat, khususnya Bangsa Melayu,” ucap Tengku Armizan.
Jauh sebelum Indonesia merdeka, kata Tengku Armizan, Melayu di tangan Kesultanan Riau Lingga, hidup sejahtera dengan mata pencaharian sebagai nelayan, saudagar, dan bercocok tanam. Sampai pada berkembangnya industri di Pulau Batam, mulai terlihat hilangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat adat. Menurut Tengku Arimizan, penindasan terhadap masyarakat adat semakin berat dalam satu dasawarsa terakhir.
“Jangan pula setelah merdeka, lalu kita mengalami kemajuan industri, malah masyarakat adat disingkirkan, dianiaya, dan dizalimi. Bagi kaum masyarakat adat yang miskin tidak punya daya untuk menyuarakan penindasan yang dialamnya. Penindasan melalui perusakan lingkungan dan penguasaan tanah. Nah, sekarang kaum saudagar yang punya modal pun dihabisi, contohnya Purajaya. Apa sebenarnya ada agenda besar hendak membinasakan Melayu dari Kepuauan Riau,” ujarnya dengan geram.
Sebagaimana diketahui Lembaga Adat Kesultanan Riau-Lingga merupakan perwujudan tradisi dan budaya Kesutanan Riau Ligga yang berdiri sejak 1824 dari pecahan wilayah Kesultanan Johor Riau berdasarkan perjanjian Britania Raya dan Belanda. Pendirinya adalah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Wilayah Kesultanan Riau Lingga meliputi seluruh wilayah Provinsi Kepulauan Riau hingga sebagian kecil Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan Kesultanan Riau Lingga awalnya berada di Tanjung Pinang, tetapi kemudian dipindahkan ke Pulau Daik Lingga, dan terakhir berpusat di Pulau Penyengat.