Segmen e-commerce menjadi penyumbang terbesarnya dengan total pendapatan mencapai US$ 1,7 miliar atau setara dengan 59%.
Sebenarnya dari sisi top line, pendapatan segmen e-commerce mengalami peningkatan sebesar 13% secara kuartalan dan 51% secara tahunan hingga kuartal II-2022.
Pendapatan induk Shopee secara konsolidasian juga meningkat 29% secara tahunan. Namun beban biaya melonjak 37% secara tahunan.
Pos cost of revenue yang memiliki kontribusi terbesar mengalami peningkatan 37% disusul oleh beban biaya penjualan dan pemasaran yang naik 6%, general & administrative expense yang naik 96% dan R&D yang melonjak 115%. Berikut rinciannya.
Alhasil di kuartal II-2022, induk Shopee harus menanggung rugi bersih senilai US$ 931 juta atau setara dengan Rp 13,97 triliun. Rugi bersih induk Shopee membengkak 115% dibanding kuartal II-2021.
Sebagai perusahaan yang merugi tentu saja akan mencatatkan arus kas yang negatif. Posisi kas induk Shopee terakhir tercatat sebesar US$ 7,8 miliar pada kuartal II-2022 atau turun dari posisi US$ 10,2 miliar pada akhir 2021.
Bisa dibayangkan kalau induk Shopee masih harus menanggung kerugian sebesar US$ 2 miliar per tahun saja dan tak mendapatkan suntikan dana segar maka posisi kas tersebut hanya mampu menanggung operasional Shopee dan anak usaha yang lain selama 4 tahun saja.
Di tengah kondisi ekonomi yang diwarnai dengan gejolak akibat kenaikan suku bunga dan keringnya likuiditas, pendanaan startup memang seret jika dibandingkan dengan tahun lalu. Oleh sebab itu tak heran jika banyak startup yang melakukan efisiensi salah satunya melalui PHK.
Sumber : cnbcindoneseia.com