Kesultanan Riau Lingga Sebut Kasus Perobohan Hotel Purajaya Sebagai Kezaliman Terhadap Bangsa Melayu

Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga secara khusus mengkaji dan menggali nilai-nilai sejarah Kesultanan Riau Lingga masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Muazzam Syah. LAKRL bertujuan untuk menggali, membina, memelihara, mengembangkan dan mewarisi nilai-nilai luhur peninggalan Kesultanan Riau Lingga. Lembaga yang telah disahkan oleh Kemenkum HAM nomor AHU-0011077.AH.01.07.Tahun 2018 itu memiliki program penyelamatan, pemeliharan, pemanfaatan dan pengembangan aset-aset Kesultanan Riau Lingga.

BP Batam Bertanggungjawab
Sebelumya, Anggota DPD Kepri, yakni Gubernur pertama Provinsi Kepulauan Riau, Ismeth Abdullah menyatakan Badan Pengusahaan (BP) Batam adalah pihak yang pertama harus bertanggung jawab dalam kasus yang menimpa PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Purajaya, Nongsa, Batam. Pasalnya, keputusan untuk mencabut alokasi dari PT DTL ke perusahaan lain merupakan tindakan mematikan usaha.

“Saya kenal baik alm Zulkarnain, pendiri dan pengelola Hotel dan Resort Purajaya, yang sekarang dipimpin Sdr Rury Afriansyah. Mereka telah membangun hotel terbaik di masanya, dan menjadi kebanggaan putra Melayu. Tetapi, hanya karena alasan terlambat membayar uang sewa (UWT/Uang Wajib Tahunan), lalu dicabut, itu merupakan tindakan yang merusak investasi di Batam. Berapa banyak kerugian pengusaha, jika setiap keterlambatan harus mengorbankan asset berupa investasi yang telah dibangun,” kata Ismeth Abdullah, kepada media, di Batam, beberapa waktu lalu.

Persoalan keterlambatan membayar UWT, kata Ismeth Abdullah, adalah hal yang lumrah. Sebab BP Batam telah memiliki skema denda atas keterlambatan. Kecuali pengusaha yang menerima alokasi menyatakan tidak akan melanjutkan usahanya, BP Batam dapat mencabut.
“Waduh, berapa banyak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun Hotel Purajaya, bangunannya masih sangat bagus untuk dioperasikan sebagai salah satu hotel pilihan wisatawan dalam negeri dan manca negara,” ujar Ismeth Abdullah, saat bertemu dengan wartawan di Batam.

Gubernur pertama dan juga mantan Ketua Otorita Batam itu, geram terhadap pengelolaan BP Batam yang kini terlihat tidak memihak pada investasi.

“Aturan-aturan yang dibuat tidak seharusnya merugikan investasi. Aturan tersebut seharusnya mendukung investasi, bukan malah menghambat. Jika BP Batam berdalih telah menjalankan kebijakanna sesuai aturan, tetapi faktanya merugikan pengusaha, bukankah aturannya yang harus diperbaiki,” ucap Ismeth Abdullah yang kini duduk di kursi Anggota MPR RI dari Dewan Perwakian Daerah (DPD) Kepulauan Riau.

Ismeth menegaskan dirinya setuju jika PT DTL di bawah kepemimpinan Rury Afriansyah, menggugat BP Batam untuk meminta pertanggungjawaban badan pengusahaan itu terhadap kerugian yang dialami oleh PT DTL.

“Ini (tindakan pencabutan alokasi dan perobohan asset hotel Purajaya) termasuk tindakan anti investasi, dan akan mengancam keberlangsungan dunia usaha di Batam. Bagaimana pengusaha yang telah berjasa dibalas dengan perobohan asetnya, wajar saja jika warga dan pengusaha Melayu marah, saya juga kecewa mendengar tindakan tersebut,” pungkas Ismeth./Red.