Diduga Mantan Kepala BP Batam Muhammad Rudi ‘Dalang’ Proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Batu Ampar

Laporan yang diterima media ini beberapa waktu lalu, antara lain:
1. Setelah dilakukan audit internal PT Marinda Utamakarya Subur, ternyata menemukan adanya penyimpangan ‘mark up’ hasil survey pengukuran perhitungan volume pengerukan sebelum termin 90 persen dicairkan. Pada tanggal 1 – 3 Februari 2023, survey dilakukan oleh internal PT Marinda Utamakarya Subur oleh Ir Bambang Sudarsono MS, JPU, sebagai senior geodetic engineer STRI nomor Reg. 3.004.22.1.1.00018511 dan tim dimana hasil yang diperoleh tersebut tidak berbanding lurus apa yang ada dalam laporan progress pembayaran termin 90 persen tersebut. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan jelas-jelas dapat merugikan keuangan negara yang begitu besar.

2. Hasil pengolahan data survey menunjukkan bahwa area pengerukan yang dilakukan sesuai RAB sebesar (540 m X 250 m) m2 atau 130.000 m3 (13 hektar) dengan volume sedimen atau clay sebanyak 470.096 m3 di kedalaman 12 meter Low Water Spring (LWS/kedudukan air surut terendah) dilaporkan telah dilakukan pengerukan sebesar 390.610 m3 dengan sisa yang akan diselesaikan selanjutnya 79.485 m3 lagi.

3. Dan pada saat tim survey bathimetri melakukan pengukuran di sisa 79.485 m3 atau dengan luasan (540 m X 250 m) m2 atau sekitar 67.000 m2 (6,75 hektar) ternyata hasilnya bertolak belakang dengan selisih yang sangat jauh dengan hasil data yang diperoleh sebagai fakta lapangan hasil survey bathimetri adalah sebesar 150,805 m3. Jika kita hitung anggaran berdasarkan satuan volume dalam RAB 1 m3 itu sebesar Rp85.000, selisih terhadap 150.805 m3 – 79.485 m3 = 71.320 m3 dikalikan dengan Rp85.000 = Rp6.062.200.000, atau Rp6 miliar lebih sangat fantastis kerugian negara yang diambil dari item pengerukan.

4. Itu kenapa sikap licik PPK terhadap proyek ini sangat terang dan jelas tidak lain adalah demi menutupi dugaan mark up atau korupsi yang terjadi. Fakta sederhana seperti di bawah ini: 4.1 Pemutusan kontrak sepihak belum pada saat Waktu pemberian kesempatan atau addendum VII berakhir; 4.2. Sehingga dengan diputusnya kontrak, maka kemungkinan besar hasil bathimetri tidak bisa dilakukan lagi oleh pihak kontraktor, padahal permohonan untuk dilakukan bathimetri pada saat meeting tanggal 5 Mei 2023 dan tanggal 9 Mei 2023 itu jelas harus dipenuhi, karena masih masuk dalam klausul kontrak dan perhitungan akhir RAB.;

Selanjutnya, laporan tersebut menyampaikan dalam butir 4.3 Ada fakta lain juga bahwa PPK merekomendasikan tim survey bathimetrinya kepada tim survey yang lama, sedangkan kontraktor ingin melakukan engan yang baru karena itu adalah hak kontraktor untuk mendatangkan tim bathimetri sesuai RAB, tetapi PPK menolak.; 4.4 Jika dengan dilakukan bathimetri maka kontraktor dapat mengetahui sudah berapa besar dan berapa persen yang telah dikerjakan pengerukannya,sehingga diputusnya kontrak menjadi wajar, dan ini sama sekali tidak diberi kesempatan oleh PPK demi untuk mengelabui laporan terhadap hasil kerjanya demi menyelamatkan jabatannya dan bebas dari tuntutan audit BPKP.

5. Sejauh ini pihak PT Marinda Utamakarya Subur masih mengkoordinasikan dengan pihak-pihak terkait, salah satun fakta tersebut, apa Langkah hukum yang akan dilakukan, baik perdata maupun pidana dan korupsi dan baik juga tentang Tindakan tim PPK dan BP Batam selaku kuasa pengguna anggaran termasuk akan berkonsultasi dengan beberapa LSM dan media setempat dalam menyelesaikan sengketa ini. PT Marinda Utamakarya Subur akan terus berupaya mencari keadilan sampai permasalahan ini terang benderang.

Pekerjaan dilakukan termin 90 persen, pada saat addendum kontrak I dan V, yang mana kuasa KSO nya atas nama I Made Aris Mahardika (PT Indonesia Timur Raya). Pekerjaan 90 persen (peralihan) di addendum kontrak VI – VIII kuasa KSO atas nama Adi Saelangi, belum menerima termin sedikitpun sampai diputusnya kontrak. Informasi terkait di atas adalah bukti pelaksanaan pekerjaan addendum I – V.

Kontraktor PT Indonesia Timur Raya dikabarkan mengalami kerugian Rp19 miliar lebih, dan kontraktor PT Duri Rejang Berseri tidak mendapatkan pembayaran dari total tagihan Rp40 miliar. Kedua perusahaan Kerja Sama Operasi (KSO) itu menderita kerugian, tetapi hasilnya di lapangan nihil, tetapi uang negara telah raib sebesar Rp82 miliar.

”Apakah kasus dermaga utara mengalami nasib yang sama dengan cut and fill di Tiban, yah, kita lihat saja,” pungkas Rahmad.

Hingga berita ini dipublikasi, media ini belum memperoleh konfirmasi dari Muhammad Rudi, Fesly Abadi Paranaon, dan Aris Muajib./Red.