SIKATNEWS.id | Kasus gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Nomor Perkara : 164/Pdt.G/2024/PN Btm mulai digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam.
Kasus PMH tersebut dilaksanakan di PN Batam pada Senin (14/05). Perkara ini, Penggugat Hendri bersama Kuasa Hukumnya Adv. Saferiyusu Hulu, M.Pd, SH,MH,CMed dan PT Barelang Megajaya Sejati sebagai Tergugat.
Untuk diketahui, penggugat Hendri merupakan debitur di PT. Barelang Mega Jaya Sejati. Selanjutnya, Devoloper PT. Barelang Mega Jaya Sejati sebagai pemohon eksekusi dan Penggugat pada perkara nomor 29/Pdt.G.S-KEB/2023/PN Btm. Kedua belah pihak saling berkaitan di PPJB (perjanjian pengikatan jual beli).
Namun, anehnya PT. Barelang Mega Jaya Sejati memakai dokumen PPJB yang dikeluarkan 9 Maret tahun 2023 yang belum pernah di sepekati kedua belas pihak saat melakukan gugatan di PN Batam pada perkara nomor 29/Pdt.G.S-KEB/2023/PN Btm.
Anehnya lagi, dengan sulap apa pihak PN Batam memenangkan Developer PT. Barelang Mega Jaya Sejati di perkara nomor 29/Pdt.G.S-KEB/2023/PN Btm saat penggugat melakukan keberatan.
Anehnya lagi, saat itu, pihak PN Batam memenangkan PT. Barelang Mega Jaya Sejati di perkara nomor 29/Pdt.G.S-KEB/2023/PN Btm saat penggugat melakukan keberatan.
Menurut dokumen yang diajukan ke PN Batam, hubungan antara penggugat dan pemohon eksekusi terjalin melalui PPJB nomor T-09/PRBR/PPJB/III/20, yang ditandatangani pada tanggal 9 Maret 2020, untuk 1 (satu) unit tanah dan bangunan di komplek Perumahan Barelang Blok T No. 9, Kelurahan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, Kota Batam.
Dokumen tersebut juga menyatakan bahwa Hendri memiliki hak atas 1 unit tanah dan bangunan di komplek tersebut, dengan nomor sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) No. 15096/Tanjung Uncang, berdasarkan bukti kwitansi pembayaran sejumlah uang sebesar Rp. 89.340.000,- kepada PT Barelang Mega Jaya Sejati.
Kuasa Hukum Hendri, Adv. Saferiyusu Hulu menjelaskan bahwa kasus ini muncul karena adanya kejanggalan terhadap Kontrak Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat yang mana Kontrak Perjanjian dimaksud terbit tahun 2023 sementara klien kami menandatangani Kontrak perjanjian PPJB pada tahun 2020.
“Parahnya, kontrak Perjanjian tersebut dibuat di bawah tangan, tidak melalui Notaris & PPAT. Padahal objek yang diperjanjikan adalah sebidang tanah dan bangunan diatasnya yang seharusnya Kontrak Perjanjian dibuat melalui Notaris dan PPAT karena di sana ada pajak yang mesti dibayar ke Negara,” ungkap Adv. Safer, sapaan akrabnya itu.
Adv. Safer menambahkan, begitu juga dengan cara cicilannya, semestinya kredit masyarakat harus dicicil ke Bank, karena Bank telah memiliki izin dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk menghimpun dana dari masyarakat, sebab ada juga pajak yang mesti dibayar ke Negara melalui bunga uang kredit. Seharusnya pembayaran mereka menggunakan kredit bertahap atau debitur Bank. Fatalnya berapa persen yang di kenakan jika mereka menggunakan kredit bertahap.
“Tetapi sungguh miris jika Developer menerima/MENGHIMPUN dana cicilan beserta bunga dari nasabah nya selama bertahun-tahun sebagaimana kwitansi Pembayaran yang telah dibayarkan Penggugat kepada Tergugat,” cetusnya mengakhiri.
Pertanyaannya, apakah Developer Perumahan seperti PT. Barelang Mega Jaya Sejati diizinkan menghimpun dana dari Masyarakat selama bertahun-tahun seperti yang terjadi kepada Penggugat saat ini ?./Red.
Bersambung…