Tidak Seperti Grand Mercure, Hotel Purajaya Dirobohkan dan Jadi Korban Diskriminasi 

Pada 04 November 2016, BP Batam membatalkan alokasi lahan milik PT Rarantira Batam melalui Surat Keputusan (SK) Kepala BP Batam nomor: 234 tahun 2016 tentang Pembatalan Pengalokasian, Penggunaan Dan Pengurusan Tanah Atas Bagian-Bagian Tertentu Daripada Tanah Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Batam serta surat nomor B/2920/A3/LH.02/11/2016 perihal Pembatalan Alokasi Lahan. Pembatalan itu dicantumkan dalam publikasi advertensi di media cetak pada 11 November 2016.

Setahun kemudian, perusahaan itu menyurati Presiden dan Menko Perekonomian agar memberi kesempatan PT Rarantira Batam membangun hotel mewah yang telah direncanakan sejak 2015. Akhirnya BP Batam memberi kesempatan lagi dan mencabut pembatalan alokasi lahan hampir 2 tahun kemudian.

PT Rarantira Batam diberikan kesempatan menyampaikan proposal dan rencana bisnis yaang kemudian seluruh hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Penyampaian Proposal dan Rencana Bisnis yang ditandatangani bersama oleh pihak PT Rarantira Batam dan BP Batam pada tanggal 21 Desember 2017.

Selanjutnya, dalam historis alokasi lahan Grand Mercure, BP Batam melalui surat nomor B-988/A3/KL.02.00/05/2018 pada 08 Mei 2018, menyampaikan kepada PT Rarantira Batam tentang Pemberitahuan Persetujuan Penggunaan Lahan dan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BP Batam Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencabutan Keputusan Kepala BP Batam Nomor 234 Tahun 2016.

LAM Kepri Menyurati Presiden Tentang Kasus Purajaya
Sebelumnya, pada 16 Desember 2024 lalu, ternyata LAM Kepri telah menyampaikan masalah Purajaya kepada Presiden RI Prabowo Subianto, melalui surat yang ditandatangani oleh H Abdul Razak AB sebagai Ketua LAM Kepri dan H Raja Alhafiz SE sebagai Sekretaris LAM Kepri. Dalam surat itu LAM Kepri meminta Presiden RI agar tidak memberikan ruang terhadap diskriminasi kebijakan. LAM Kepri mengingatkan bahwa korban diskriminasi kebijakan adalah pengusaha Melayu di negerinya sendiri.

“Terhadap pembatalan tersebut, pihak PT Rarantira Batam menempuh proses seperti yang dilakukan oleh Datok Megat Rurry Afriansyah, di mana PT Rarantira Batam juga diberikan kesempatan berdasarkan Perka nomor 27 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pengalokasian Lahan untuk dapat memanfaatkan kembali alokasi yang telah dibatalkan oleh BP Batam,” kata LAM Kepri dalam surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

Diketahui, PT Rarantira Batam diberikan kesempatan menyampaikan proposal dan rencana bisnis yaang kemudian seluruh hasil pertemuan itu ditaungkan dalam Berita Acara Penyampaian Proposal dan Rencana Bisnis yang ditandatangani bersama oleh pihak PT. Rarantira Batam dan BP Batam pada tanggal 21 Desember 2017.

“Selanjutnya BP Batam membatalkan pencabutan lahan, tetapi terhadap Rury Afriansyah, tidak diperlakukan hal yang sama. Apakah karena Sdr Rury Afriansyah adalah pengusaha Melayu, kami masih tak dapat membayangkan jika itu yang terjadi,” tanya seorang pengurus LAM Kepri saat menyampaikan masalah itu di Komisi VI DPR RI dalam RDPU beberapa waktu lalu./Red.