SIKATNEWS.id | Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) meminta kepada Menteri Koordinator Perekonomian cq Kepala BP Batam agar diperlakukan sama dengan pengguna lahan lain.
Salah satu contohnya adalah PT Rarantira Batam, pemilik dan pengelola Grand Mercure yang baru saja diluncurkan sementara lahan tersebut telah dilantarkan selama 6 tahun. Sebelumnya, Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepri telah menyurati Presiden RI Prabowo Subianto, meminta perlakuan yang sama ditarapkan pada pengusaha Melayu.
“Terlepas dari apa penyebab pencabutan alokasi lahan, tetapi beberapa kasus yang menimpa pengusaha lain, setelah alokasi lahan dibatalkan secara resmi, setahun atau dua tahun kemudian faktanya pembatalan alokasi lahan tersebut bisa dicabut dan pengusaha Kembali mengelola lahannya,” kata Direktur PT DTL, Megat Rury Afriansyah, kepada wartawan, di Batam, Selasa (07/06/25).
Diskriminasi kebijakan ini, disinyalir sengaja diperlakukan terhadap pengusaha Melayu di tanahnya sendiri, karena menurut Rury Afriansyah, terhadap pengusaha hotel yang lain tidak diperlakukan kebijakan seperti yang dialaminya.
“Pengusaha lain diberi kesempatan meski telah menelantarkan tanah 6 tahun lebih, tetapi kami telah membangun hotel bernilai investasi ratusan miliar, dan telah mendatangkan devisa negara, hanya karena telat bayar (Uang Wajib Tahunan disingkat UWT) 11 bulan, dicabut dengan surat pemberitahuan saja,” ucap Rury Afriansyan.
Bukan itu saja, dengan nada gemetar Rury Afriansyah memelas, menyebut pihaknya kehilangan tanah, bangunan dan fasilitas hotel mewah yang seluas 30 hektar tersebut.
“Hotel yang telah berjasa untuk provinsi ini, dan dibangun dengan keringat putra daerah, putra Melayu, orang tua kami Zulkarnain Kadir, tanpa dasar hukum, dirobohkan oleh pengusaha lain, dan dilindungi pula oleh BP Batam saat terjadinya perobohan,” katanya.
Dalam penelusuran media ini, PT Rarantira Batam memiliki lahan 1 hektar di jantung kota, kawasan Batam Center. Di atas lahan itu kini telah berdiri megah Hotel Grand Mercure, yang baru saja melakukan peluncuran (Grand Launching) pada dua pekan lalu. Lahan 10.000 meter persegi tempat berdirinya hotel Grand Mercure diperoleh pada tahun 2000. Hingga 2016 tidak ada pembangunan, sehingga lahan di pusat kota itu dinilai sebagai lahan yang dikuasai spekulan.