SIKATNEWS.id | Menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Batam yang memenangkan PT Synergy Tharada (PT ST) melawan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dalam perkara perdata wan prestasi.
Azhari Hamid, pengamat lingkungan meminta pemerintah mengevaluasi lelang proyek strategis di BP Batam. Salah satu yang bermasalah hingga kini adalah pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang dikelola oleh Kelompok Moya Indonesia.
“Kasus cidera janji BP Batam terhadap perusahaan PT Synergy Tharada dalam pengelolaan pelabuhan feri internasional, merupakan bukti nyata bahwa pimpinan di BP Batam memiliki kepentingan kelompok untuk memenangkan PT Metro Nusantara Bahari sebagai pengelola pelabuhan. Apa bedanya dengan masalah SPAM di Batam di mana pimpinan BP Batam memiliki kepentingan kelompok untuk memenangkan Kelompok Moya Indonesia, dengan mengorbankan kebutuhan air minum warga,” kata Pengamat dan Ahli Lingkungan, Azhari Hamid, kepada wartawan, di Batam, Sabtu (11/1/2025).
Berkaca pada pengelolaan PT Synergy Tharada, menurut Azhari Hamid, perusahaan itu telah membangun terminal dan seluruh fasilitas pelabuhan dari nol. Seharusnya diberi waktu 22 tahun sejak 2002, dan ditambah dengan masa pandemi yang merugikan semua sector usaha, termasuk pelabuhan.
“Kita salut sama hakim yang mengadili perkara wan prestasi antara PT Synergy Tharada dengan BP Batam, dengan memperpanjang 3 tahun pengelolaan Synergy, dan memberi kesempatan perusahaan itu mengembalikan kerugiannya,” ucap Azhari Hamid.
Dari dokumen perkara PT Synergy Tharada melawan BP Batam, terungkap kedua belah pihak telah menyepakati jangka waktu perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) berlaku hanya dari tanggal 2 Juli 2002 sampai dengan tanggal 1 Agustus 2024 (Addendum II), serta tidak ada klausula dalam Perjanjian KSO yang mewajibkan tergugat untuk memberikan perpanjangan pengelolaan Terminal Ferry Internasional Batam Centre kepada Penggugat, namun berdasarkan perjanjian antara PT Synergy Tharada dengan BP Batam, pengelola pelabuhan berhak mendapatkan keuntungan.
Dijelaskan, saat Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, pelabuhan Fery Internasional Batam Center berhenti total, karena negara Singapura dan Malaysia memberlakukan lockdown (tutup atau tidak menerima kehadiran tamu ke negara itu). Aktivitas dunia pariwisata berhenti total. Yang membuat pengelola menyesal, adalah kewajiban royalty yang harus dibayar PT Synergy Tharada selama Covid-19 tetap diberlakukan normal. Sementara biasanya penumpang yang menggunakan pelabuhan itu per harinya antara 4.000 hingga 5.000. Tetapi saat pandemi berhenti total.
Dalam gugatan wan prestasi, perusahaan PT Synergy Tharada telah memohon kepada BP Batam agar memberi dispensasi, namun tidak digubris oleh pimpinan BP Batam. Menurut penjelasan perusahaan itu, sampai 2021 penerimaan kotor atas pengelolaan pelabuhan internasional Batam Center baru mencapai nilai Rp1.333.917.820.538 (satu koma tiga triliun). Uang masuk bruto itu dibagi dalam komposisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BP Batam Rp340.485.206.688 (tiga ratus empat puluh koma empat miliar), dan penerimaan PT Synergy Tharada Rp993.432.613.851 (sembilan ratus sembilan puluh tiga koma empat miliar) atau 74%.
Dengan penerimaan itu, dibanding aset yang sangat tinggi nilai investasinya, perusahaan meminta BP Batam mempertimbangkan perpanjangan kontrak, tetapi tidak digubris.
Semasa Covid-19 pelabuhan Batam Centre total enggak pernah ada penghasilan, namun selalu ada yang datang tetapi hanya dipakai sebagai posko saja. Jadi satu hari itu yang datang bisa sekitar tiga kapal kisaran jumlahnya satu hari yang datang itu bisa mencapai 900 orang.