“Bismillahir rohmaan nirrohiim, robbisyrohlii shodrii, wayassirlii amrii wahlul ‘uqdatam millisaanii, yafqohuu qoulii”.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokaatuh.
Dengan hormat, terus terang sampai Surat Dakwah Terbuka ditulis saya masih belum “ngeh” dengan program pembangunan infrastruktur yang digesah Pak Gubernur dalam APBD Kepri tahun 2022. Ketidakmengertian itu semakin membuat pusing ketika dialu-alukan sebagai Proyek Strategis Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau sebagaimana Gubernur paparkan pada acara hari “Marwah Masyarakat Kepri” tgl 15 Mei 2022 yang lalu. Di antaranya; pembangunan Integrasi Pelantar 1 dan 2 Tanjungpinang, Revitalisasi Jl. Merdeka Tanjungpinang, pembangunan Fly Over (Jembatan Layang) di Jl. Basuki Rahmat – Jl Dompak Tanjungpinang, pembangunan Gedung Dekranasda Provinsi Kepulauan Riau, pembangunan Gedung Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau, pembangunan Bandar Udara Busung Lobam Bintan dan Pembangunan Sirkuit Balap Formula One di Bintan.
Yth. Bpk. Gubernur…
Maaf, menurut hemat saya tidak ada yang luar biasa dan istimewa dalam daftar proyek di atas, apalagi sampai dibangga-banggakan sebagai proyek strategis. Justru proyek-proyek di atas terkesan dipaksakan dan menapikkan prinsip skala prioritas, prinsip utilitas, efektifitas, problem solving, keseimbangan, keadilan dan pemerataan. Mindset dan style pembangunanpun tetap saja tidak berubah; konvensional alias jadul tidak jauh-jauh dari beton, daerah perkotaan, masyarakat menengah ke atas, latah, plagiat, miskin terobosan dan show up. Saya berharap agar membangun Provinsi Kepri ini tidak bersifat parsial, akan tetapi harus berangkat dari sejarah perjuangan rakyat. Sejarah Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepri berangkat dari latar belakang “Ketimpangan Pembangunan antara Riau Daratan dan Riau Kepulauan, Ketertinggalan dan Ketidakadilan, Mempercepat Kemakmuran masyarakat secara adil dan merata”; inilah deklarasi luhur para pejuang provinsi 20 tahun silam sekaligus sebagai amanah yang wajib ditunaikan oleh setiap kepala daerah dan para elit kekuasaan. Jangan sampai kecelakaan sejarah yang pernah dilakukan oleh provinsi induk terulang lagi. Yakni ketimpangan itu hanya sekedar ganti casing menjadi ketimpangan antara daerah perkotaan dengan daerah pulau/kampung kecil terpencil; ketimpangan antara rakyat yang tetap saja hidup susah dengan para penjabat yang hobi pamer kemewahan, atau yang lebih sadis lagi adalah ketimpangan antara daerah lumbung suara dengan daerah yang bukan pendukung dalam pilkada.
Selama dua dasawarsa usia Provinsi Kepri program pembangunan hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan yang paling banyak menikmatinya hanyalah terbatas pada level orang-orang yang memiliki kolusi dengan kekuasaan. Sedangkan rakyat cilik yang tinggal di pelosok negeri sampai sekarang masih menjadi penonton sejati sambil gigit jari. Dambaan mereka untuk dapat hidup lebih layak, lebih adil dan lebih sejahtera di bawah “payung hitam” penguasa Provinsi Baru hanyalah sekedar nyanyian nostalgia pengantar tidur, syairnyapun tetap tidak berubah “aku masih seperti yang dulu”. Mengapa kebijakan pembangunan yang sepihak dan dipaksakan harus terus dilanjutkan??? Sampai kapan…..???
Saya berani mengatakan program pembangunan di atas sangat tidak memihak dan tidak peduli dengan nasib masyarakat kelas akar rumput, bahkan hampir tidak ada relevansinya dengan visi misi yang Gubernur kampanyekan saat Pilkada dua tahun yang lalu; memang agak aneh dan sungguh lucu !!!
Dimana visi misi Pak Gubernur dulu yang katanya akan melakukan “Percepatan peningkatan pertumbuhan ekonomi berbasis maritim??? Akan melakukan peningkatan ekonomi masyarakat pesisir??? Akan melakukan pengembangan ekonomi yang berbasis keunggulan dan keunikan daerah??? Pemerataan pembangunan infrastruktur antar pulau??? Program pembangunan yang memperkecil kesenjangan antar daerah??? Pembangunan SDM berkualitas ??? Atau Gubernur akan melakukan tentang sustainable development??? Apakah Pak Gubernur sudah lupa??? Atau Pak Gubernur saat kompanye dahulu hanya sekedar bergurau atau sekedar trik politik belaka??? Ingat Pak !!! Sekalipun dalam dunia demokrasi prilaku seperti ini tidak ada konsekwensi hukumnya, namun dalam Islam sudah termasuk katagori ingkar janji, pasti suatu saat nanti akan Allah Swt. minta pertanggungjawabannya dan sangat berat kalau soal-jawab ini terjadi di mahkamah Ilahi nanti.
Bapak Gubernur yang saya hormati…..
Tidak bermaksud mengajar itik berenang, Tanjungpinang saat ini sangat membutuhkan program pembangunan yang berorientasi “problem solving”; yakni yang berhubungan dengan pengendalian dan penanganan banjir, hal ini sudah menjadi musibah rutin dan permanen bagi masyarakat Tanjungpinang. Karena dari waktu ke waktu banjir di Tanjungpinang semakin parah dan semakin luas – korbanpun sudah berjatuhan. Sedangkan sampai saat ini belum ada satupun program pembangunan yang serius dan terencana sebagai solusi baik dari Pemprov Kepri maupun dari Pemkot Tanjungpinang. Seperti musibah banjir di Jl. Pemuda Tanjungpinang sudah terjadi selama puluhan tahun dan terus saja diabaikan pemerintah. Bahkan sekarang kalau hujan lebat turun agak lama maka banjir hampir terjadi di mana-mana, sebut sajalah banjir di Simpang Perla, banjir di Jl. Suka Berenang, banjir di Bt. 7, di Bt. 8, di Bt. 9, di Bt. 13 Jl. Uban Perum Galaxi, di Jl. Sei Buaya Bt. 11 Dalam dan banjir di Bt. 13 Jl. Kijang. Sampai kapan kesengsaraan masyarakat kecil akibat banjir ini diabaikan? Oleh sebab itu, pembangunan integrasi Pelantar 1 dan 2 sangatlah tidak tepat dan bukan permasalahan yang urgent. Program pembangunan ini sudah salah eksekusi, diibaratkan “orang hampir mati tenggelam tapi dikasih sarung”. Selama ini setiap musibah banjir melanda, para elit hanya bisa sibuk tebar pesona, berlomba-lomba turun langsung ke lapangan sambil membawa bantuan sembako ala kadar. Mengumbar senyum sana sini dan berdialog lebih kurang dengan para korban terdampak, kalimat keramat yang diucapkan pun tak jauh-jauh; “kami dari pemerintah daerah turut prihatin dan juga ikut menderita”; setelah itu abok alias halunisasi!!! Padahal betapa besar pahala kebajikan di sisi Allah untuk seorang pemimpin yang mampu membebaskan rakyatnya dari penderitaan.
Yth. Bpk. Gubernur….
Program pembangunan revitalisasi Jl. Merdeka Tanjungpinang sangatlah tidak adil dan mengkhianati amanat perjuangan. Daerah ini adalah pemukiman para orang kaya, para tauke dan salah satu daerah bisnis di Tanjungpinang. Kalau hanya sebatas rehab, pengecatan ulang dan perbaikan trotoar mereka lebih dari mampu dan cukuplah Pemko Tanjungpinang saja. Mengapa harus Pemprov Kepri yang sok-sok sibuk dengan kegiatan pisik yang remeh temeh ini??? Sedangkan di pulau-pulau dan pelosok kampung masih banyak rakyat yang tinggal di rumah “Tidak Layak Huni”. Apalagi kalau kita melihat pemukiman Suku Laut, sangat-sangat sedih, mau menangis dan berdosa. Mereka tinggal di gubuk-gubuk kecil yang sangat buruk lebih buruk dari kandang ayam. Silakan cek lapangan datanglah ke pemukiman Suku Laut di P. Linau Desa Tanjung Kelit Kec. Senayang atau Suku Laut di depan Pulau Tajur Biru atau Suku Laut di belakang Pulau Berjong atau Suku Laut di depan Pulau Pasir Gagah atau Suku Laut di Sungai Nona atau Suku Laut Pulau Lipan dan lain sebagainya. Kalau mau jujur bisa dikatakan saudara kita Suku Laut adalah korban dari Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Karena waktu dulu ketika masih di bawah naungan Provinsi Riau; mereka sangat diperhatikan, mereka di-syahadat-kan, mereka dialokasikan dalam satu pemukiman dengan rumah gratis, dibangunkan masjid serta fasilitas lainnya. Namun setelah 20 tahun berada di bawah rezim kekuasaan Provinsi Kepri kehidupan mereka Suku Laut jalan di tempat mungkin semakin mundur. Apakah karena Suku Laut orang miskin, orang bodoh, orang terbelakang, bukan orang partai, bukan basis suara atau apa tidak memiliki kontribusi apapun??? Sehingga mereka DIKETEPIKAN DAN DIMISKINKAN oleh program pembangunan yang tidak adil dan pamrih??? Dimana visi misi “pembangunan yang adil dan merata”??? Ingat Pak Gubernur!!! seandainya kalau proyek integralisasi Pelantar dan Revitalisasi Jl. Merdeka yang menghabiskan APBD hampir Rp. 50 M tersebut berorientasi politis Suara Pilkada, maka Allah Swt. Maha Kuasa membolak-balikan hati manusia.
Bapak Gubernur Yang Mulia….
Pendapat saya pribadi bahwa Tanjungpinang bukanlah kota besar atau kota metropolis atau metropolitan. Belum termasuk katagori sebagai kota yang memiliki tingkat kepadatan, kesibukan dan kemacetan yang luar biasa seperti halnya kota Bandung, Bogor, Medan ataupun Pekanbaru. So, apakah logis pembangunan Flyover (jembatan layang) di Jl. Basuki Rahmat menuju Jl. Dompak itu? Anggaran yang dihabiskanpun sangat jumbo sekali dan APBD 2022 Kepri terkuras cukup besar. Beberapa pendapat yang berkembang di masyarakat bahwa proyek Flyover ini adalah miss timed dan pemborosan. Kemacetan yang terjadi di simpang Jl. Basuki Rahmat dan Jl. Dompak tersebut hanya bersifat temporari dan bukan kemacetan permanen (long time/sepanjang waktu) dan masih dapat diatasi dengan terrafic light, rekayasa lalu lintas dan bantuan para petugas. Alternatif lain yang lebih efisien dan murah yakni cukup membuat belokan langsung (bebas hambatan) dari sisi kiri Jl. Basuki Rahmat menuju jalan Dompak. Solusi kemacetan seperti ini sudah dibangun di merata kota di Indonesia (sampel terdekat ada di Batam) dan terbukti cukup manjur untuk mengurangi kepadatan dan kemacetan. Alangkah mulianya kalau anggaran sebesar Rp. 58 milyar itu dimanfaatkan untuk membangun dan meningkatkan kualitas jalan dan jembatan di kampung. Sampai saat ini di kampung-kampung masih banyak jembatan yang masih terbuat dari kayu/papan bahkan keadaannya pun sangat mengkhawatirkan. Seperti jembatan kayu yang ada di Kampung Tukas, Marok Kecik atau Pulau Mas Kab. Lingga. Begitupun dapat dikatakan hampir semua jalan-jalan Kampung di Kepri keadaan tidak jauh beda rusak parah tidak laik jalan. Beberapa tahun silam saya pribadi sudah menyaksikan sendiri jalan-jalan kampung yang rusak parah tersebut ketika pergi berdakwah ke Pulau Mensanak, Pulau Kentar, Pulau Penuba (Jl. Menuju Selayar), Pulau Posek, Pulau Mas, Pulau Mapur, Pulau Numbing dan tentu juga di pulau-pulau di Kab. Natuna.
Bukan itu saja, dana tersebut cukup membuat jalan perintis untuk membuka dan menghubung kampung-kampung yang masih terisolir asbab tidak memiliki akses jalan darat. Seperti, membuat jalan baru di Pulau Sebangka Kec. Senayang yang menghubungkan Kampung Laboh, Kampung Belakang Hutan, Kampung Suak Buaya, Kampung Saros, Kampung Sebong, Pulau Gelombang dan Kampung Limas. Deretan Kampung-kampung ini termasuk salah satu daerah pusat hasil laut di Provinsi Kepri yang diekspor ke luar negeri khususnya S’pore. Tidak bisa dibayangkan betapa meningkatnya mobilisasi penduduk, geliat ekonomi, distribusi barang/jasa, kelancaran transfortasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kampung seandainya simpul koneksitas ini dapat diurai. Kata pepatah orang Cina, Kalau ingin memajukan desa maka bangunlah jalan dan jembatan”. Dimana visi misi “meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pesisir”???. Apakah ekonomi dan kesejahteraan rakyat pesisir dapat ditingkatkan hanya dengan selalu turun berdialog sambil berpidato haru biru ??? Sedangkan daerah mereka yang terbelakang, terpencil dan terpinggirkan tetap saja dibiarkan terisolasi??? Mimpi kalee…!!! Ingat Pak; “pembangunan tanpa keadilan tidak akan pernah mendatangkan kesejahteraan”.
Yth. Bpk. Gubernur….
Satu lagi kegiatan fisik yang tidak tepat sasaran dan manfaatnya hampir tidak ada adalah pembangunan gedung Dekranasda Kepri. (Maaf) Selama ini status formal Dekranasda sangat tidak jelas alias abu-abu; apakah sebagai sektor bisnis? Apakah sebagai UKM atau UMKM? Apakah sebagai sektor sosial? sektor pendidikan? Sektor budaya atau hanya sekedar wahana suka-suka. Dekranasda selama yang saya amati hanya muluk dalam konsep, tupoksinya over laping, out put-nya minim, setiap kegiatan dibebankan kepada APBD – pemborosan hanya menghabiskan anggaran. Kalaupun tetap ngotot juga, Dekranasda cukuplah memanfaatkan gedung Bintan Expo di Jl. A. Yani Pamedan dari pada membangun gedung yang puluhan milyar. Jangan sampai hanya karena jabatan Ketua Dekranasda adalah sebagai ex- officio dari seorang istri gubernur, sehingga membuat kita berlaku tidak adil.
Sekarang yang paling penting untuk digenjot dan dioptimalkan adalah memajukan UKM dan UMKM. Karena fungsi UKM dan UMKM sangat vital dan krusial terhadap maju mundurnya perekonomian suatu bangsa atau daerah. UKM dan UMKM adalah lokomotif kegiatan bisnis, salah satu pilar ekonomi, UKM dan UMKM adalah penyedia lapangan kerja terluas, UKM dan UMKM penyerap tenaga kerja terbesar, UKM dan UMKM Imun Krismon, UKM & UMKM menguasai hajat hidup orang banyak, tidak pernah membebani keuangan negara, tidak pernah melarikan dana ke luar negeri, tidak pernah membobol Bank, ta’at pajak dan tidak pernah berbisnis bodong. Yang paling diharapkan UKM & UMKM adalah keamanan kondusif, bantuan modal non interest, perlindungan hukum, anti pungli, tempat usaha representatif dan strategis serta regulasi yang berpihak.
Jangan lagi memandang UKM dan UMKM itu dengan sinis sebelah mata, seadanya, curiga, meremehkan dan mengabaikan eksistensi mereka. Karena manfaat dan jasa UKM dan UMKM terhadap kemajuan dan kesejahteraan rakyat sangatlah besar, bukti konkritnya saat Indonesia dihantam krisis moneter tahun 1998 dan Covid-19, ketika itu perusahaan-perusahaan raksasa multi nasional tumbang, UMK/UMKM tetap eksis dan bertahan. So, diperlukan ide-ide brilliance dan kebijakan revolusioner untuk memajukan UKM/UMKM; karena di zaman digital seperti sekarang ini metode pelatihan atau kursus atau orientasi sudah tidak relevan lagi, apalagi setiap kegiatan pesertanya orang-orang itu saja. Pemprov Kepri harus berani melakukan terobosan dengan membangun Kompleks UKM/UMKM Terpadu yang terintegrasi dengan semua sektor bisnis. Seperti sektor industri, sektor perdagangan, ekspor impor, packing, kuliner, pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, kesenian, sosbud dan ekspidisi; singkat kata bersinergi dengan semua kegiatan ekonomi dari hulu hingga hilir. Di Provinsi Kepulauan Riau telah berdiri ratusan industrial Park seperti di Batam, Bintan dan Tanjung pinang, masak kita tidak mampu membangun UKM/UMKM Park; sangatlah naif. Dan jangan bermimpi UKM/UMKM kita mampu berkompetisi dengan UKM/UMKM internasional kalau kebijakan pemerintah hanya bersifat populis dan bangga dengan pembangunan gedung-gedung megah yang tidak ada out put-nya sama sekali.