RDPU Hotel Purajaya, Komisi VI DPR RI: Ada Rekayasa dan Ganggu Kondusifitas Iklim Usaha di Batam

Anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Ir Budi S Kanang, menyebut ada dua pendekatan dalam kasus yang dialami oleh PT DTL atas hilangnya aset berharga berupa tanah dan hotel.

“Perkara ini ada dua pendekatan. Pendekatan hukum dan pendekatan moral. Sering terjadi bahwa aparat yang mungkin sudah punya gol (tujuan) tertentu, bicaranya hanya hukum. Tidak melihat ada moral, ada akhlak Pancasila, ada adat istiadat, seperti kita bahas dalam rapat ini, adat istiadat sebagai bangsa Melayu,” kata Budi S Kanang.

Ketika bicara pada moral, menurutnya, harapan kita Komisi VI akan mengawal keinginan Rury Afriansyah sesuai dengan dua landasan, karena landasan itu juga seharusnya bisa dimaklumi.

“Keterlambatan, sebenarnya bisa dimaklumi, tetapi bisa diterapkan kalau sudah ada inginnya untuk diputuskan (dicabut haknya atas lahan dan dikuasai hotelnya). Kalau ingin diputuskan, ya, jadi diputuskan,” kata Budi S Kanang.

Tetapi, kata Budi S Kanang lagi, kalau ada moral seperti adat-istiadat Melayu yang telah dipelihara sejak zaman leluhur, ada pertimbangan yang mengarah pada kebaikan.

”Itu (pencabutan lahan dan perobohan hotel) bisa dihindari. Hanya jarak setahun kurang, apakah jika ada itikad baik, tidak lebih baik untuk dipertahankan, karena manfaatnya kepada masyarakat jauh lebih baik daripada seperti ini (menjadi kasus yang merugikan investasi),” ucapnya.

Menurut penjelasan Rury Afriansyah, dia telah berkali-kali berupaya membujuk Wali Kota Batam Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk mengembalikan tanah kepada pihak PT DTL. ”Pada waktu saya menang PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjungpinang) akhir tahun 2020, saya menghadap kepada Kepala BP Batam tiga kali. Pertama, yang kedua, yang ketiga, pertanyaannya simpel: Kita sampai di mana (jika terus bersikeras untuk bersengketa). Kita ini keluarga Melayu, kenapa terus begini, posisi saya menang,” jelas Rury.

Maksud pertanyaan ‘sampai di mana prosesnya’ yang ditanyakan dalam dialog antara Rury dengan Muhammad Rudi, menurutnya, bertujuan untuk berniat baik.

Tetapi rupanya, menurut Rury, tujuan untuk mengembalikan lahan itu kepada PT DTL tidak bakal terjadi, sehingga pada akhirnya dicabut dengan surat pemberitahuan pada 20 Agustus 2019 untuk persil 10 hektar, dan Surat Keputusan tanggal 11 Mei 2020 untuk persil 20 hektar (total lahan PT DTL seluas 30 hektar).

“Saya jawab sudah di PT (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara). Izinkan saya mengelola untuk kebaikan semua,” kata Rury menjelaskan dialognya bersama Wali Kota Batam Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi.

Menjawab permohonan Rury itu, Rudi dengan tegas menyatakan tidak akan mengambil langkah ‘damai’ kepada PT DTL, meskipun telah dilakukan pendekatan kekeluargaan.

“Oh, tidak! Kita fight,” kata Rury menirukan jawaban Muhammad Rudi atas tawaran perdamaian yang diajukan Rury Afriansyah sebagai Direktur PT DTL sekaligus pengelola Hotel & Resort Purajaya./Red.