PT MEG Diminta Keluar dari Rempang dan Stop Kriminalisasi Jika Tidak Ingin Muncul Gelombang Perlawanan Besar

Tindakan kekerasan berupa penyerangan yang dilakukan oleh karyawan atau tim keamanan PT Makmur Elok Graha (MEG), menurut Megat Rury Afriansyah, justru tindakan biadab yang harus dikutuk. Tiga korban luka serius di pihak warga yang sedang mempertahankan hak ulayat dan hak dasarnya. Justru PT MEG yang belum memiliki hak atas tanah di Rempang, tidak seemstinya mengganggu ketenangan warga masyarakat yang berdiam di sana.

Jangan Sampai Muncul Konflik Besar

Datok Iswandi bin M Yakub alias Bang Long, mengingatkan jika Polresta Barelang di bawah kepemimpinan Heribertus Ompusunggu tidak menghiraukan permintaan warga untuk mencabut status tersangka Nek Awe dan kawan-kawannya, serta tidak menarik pasukan PT MEG yang bertindak seperti tentara menghadapi musuh, konflik besar akan kembali terjadi di Rempang.

“Saya tidak mengancam, saya sederhana saja, berkaitan dengan Nenek Awe, penetapan dia sebagai tersangka merupakan salah satu langkah yang fatal, tidak tepat, dan akan memantik kemarahan massa besar-besaran,” tegas Long.

“Padah kesempatan ini saya meminta polisi segera mencabut status tersangka, dan hentikan kriminalisasi terhadap warga. Saya menerima telepon dari kawan-kawan di seluruh Indonesia, mereka menyampaikan: jika masalah ini diteruskan akan muncul konflik yang lebih besar. Nanti akan semakin tidak baik di antara kedua pihak, akan saling adu kuat-kuatan. Mohonlah ditanggapi secara bijak,” imbau Bang Long.

Menurutnya, Nenek Awe, merupakan wanita tua yang menjadi figur yang dijadikan motivasi oleh warga kaum lemah, terutama kaum wanita.

“Dia warga asli, dia hanya mempertahankan haknya. Nek Awe tidak akan mengalah sampai dia mati. Dia akan bertahan dan melawan,” kata Datok Iswandi bin M Yakub. Saat ini Nek Awe berada di Jakarta melaporkan peristiwa yang mereka alami ke Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Wanita. Mereka membawa bukti-bukti kriminalisasi yang dilakukan aparat hukum.

Menurut Said Andy Shidarta, warga menginginkan agar MEG terbuka berdialog dengan warga dan berkomitmen untuk tidak melakukan tindakan-tindakan anarkis. Warga setuju investasi masuk ke Rempang, namun hak mereka untuk mendiami tanah ulayat tempat rumah mereka berdiri turun-temurun, tidak diganggu. Selain itu, mereka hanya meminta tanah seluas 20 persen dari total keseluruhan lahan di Rempang untuk dapat dikelola. Selain itu, silahkan dijadikan pengembangan industry.

Khusus untuk Pulau Galang, menurut warga mereka menginginkan pembayaran yang layak. Lahan Garapan bersedia mereka serahkan dengan syarat 5 persen dari lahan yang ada disediakan untuk pertanian dan peternakan mereka.

“Yang kami tidak mau digeser, kampung tempat kami bermukim, karena tanah di kampung tersebut adalah ulayat. Di luar itu, silahkan, dari 20 persen, mohon diganti untung, supaya kami bisa bangkit secara ekonomi. Di Galang hanya diperlukan 5 persen dari 9.000 hektar,” ujar seorang warga di Kampung Melayu./Red.