“Iya, saya dan tokoh masyarakat adat Melayu yang lain akan terus berjuang untuk menyelesaikan kasus pencaplokan tanah dan perobohan hotel Purajaya,” kata Gerisman.
Kasus Purajaya menghancurkan nama baik (marwah) Bangsa Melayu, karena Hotel Purajaya merupakan simbol pengusaha (saudagar) rumpun Melayu.
“Perjuangan memulihkan nama baik Bangsa Melayu, tidak bisa dipisahkan dari berbagai kasus yang menghancurkan eksistensi Melayu, khususnya di Batam, Rempang, dan Galang,” ucap Gerisman.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengeluarkan seruan ke Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mabes Polri dan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Seruan itu disampaikan dalam surat bersifat penting dan segera untuk mengevaluasi pencabutan alokasi lahan yang diserta dengan perobohan bangunan dan fasilitas Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, Batam.
Surat berisi seruan agar segera dieksekusi itu, ditanda-tangani oleh Wakil Ketua DPR RI, Prof. Dr. Ir. H. Sufmi Dasco Ahmad, SH, MH. Seruan keras itu telah diterbitkan sejak 28 Februari 2025, namun baru diterima media ini pada Senin, 7 April 2025. Dalam surat tersirat adanya bukti jaringan Mafia Tanah yang bekerja di balik pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya.
“Benar, kami telah menerima salinan surat berisi seruan agar semua lembaga penegak hukum, yakni Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, Mabes Polri serta terutama BP Batam, agar melakukan evaluasi terhadap pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya. Kami masih menunggu respon dari BP Batam dan aparat penegak hukum,” kata Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik Hotel Purajaya, beberapa waktu lalu./Red.