SIKATNEWS.id | Kasus mafia lahan semakin marak di Batam, namun penyelesaian kasus lahan PT Dani Tasha Lestari (DTL), pemilik dan pengelola Hotel Purajaya yang telah dirobohkan oleh PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) pada 21 Juni 2023, masih terabaikan.
Pengamat Hukum Pertanahan, Hendri Firdaus, SH, menyebut mafia lahan marak terjadi, termasuk di Batam, karena tidak memperhatikan aspek hukum.
“Berkali-kali kami telah sampaikan, bahwa pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) yang lama, memiliki prioritas dalam memperpenjang HGB dengan toleransi keterlambatan hingga 2 tahun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Dalam kasus Hotel Purajaya, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di tangan BP (Badan Pengusahaan) Batam, BP Batam adalah pengelola yang tunduk pada peraturan tersebut,” kata Hendri Firdaus, SH, saat dihubungi pada Minggu (13/07).
Dalam kesempat terpisah, menurut Hendri Firdaus, pemilik bangunan gedung hotel Pura Jaya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, (saat dinyatakan masa sewa telah berakhir) masih memiliki hak prioritas yang tidak dibatasi oleh waktu. Hak prioritas itu antara lain untuk memperpanjang sewa tanah (UWT-Uang Wajib Tahunan) yang diperkuat oleh Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan).
“Saya jamin BPN (Badan Pertanahan Nasional) tidak akan mencabut HGB sebelum adanya kekuatan hukum atas sengketa di atas tanah yang bersangkutan,” ucap Hendri Firdaus, saat membahas mengenai kasus Hotel Purajaya yang telah dicabut alokasi lahannya oleh BP Batam.
Lebih lanjut, mantan Kepala Sub Direktorat Pertanahan dan Kawasan Khusus itu tidak menemukan alasan hukum BP Batam mencabut hak atas lahan Purajaya, apalagi sampai merobohkan bangunan.
Dalam Rapat Kerja amtara Komisi VI dengan mitra kerjanya BP Batam, beberapa hari sebelum berita ini, Mufti Aimah Nurul Anam dari Fraksi PDIP, menyatakan keberadaan Mafia Lahan di Batam masih luar biasa kekuatannya di Batam.
“Kolaborasi Ketua dan Wakil Ketua BP Batam harus memastikan (evluasi terhadap masalah di Batam) bisa berjalan. Jangan lupang dengan apa yang terjadi, Mafia Lahan seperti menjual lahan illegal tanpa surat harus diselesaikan,” ujar Mufti Aimah Nurul Anam.
Sementara Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menyebut BP Kawasan Batam sebagai pusat industri, perdagangan, harus memprioritaskan Tata Kelola Lahan.
“Ada ketidak-sesuaian dalam pengelolaan Kawasan Industri yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi, pensengketa lahan, konflik Rempang. Pengelolaan kawasan industry semakin menimbulkan banyak masalah,” tegasnya.
Anggota Komsi VI dari Fraksi Partai Gerindra, Dr H Mulyadi MMA, mengatakan sebagai destinasi menarik, Pulau Batam seharusnya ditata dengan baik, dan perlu dilakukan evaluasi berkelanjutan dalam berbagai masalah, termasuk masalah pengalokasian lahan.
“Kami meminta adaya evaluasi, ada parameter, buat kajian, bagaimana dan apa tujuan BP Batam dididrikan. Apakah (kondisi sekarang) telah sesuai dngan tujuan didirikan BP Batam,” katanya.
Dia menyoroti banyaknya masalah di BP Batam, terutama di bidang pengelolaan tanah, yang seharusnya menjadi konsentrasi pimpinan di BP Batam.