Bintan, Lingga, Natuna: Kaya, tapi Bukan untuk Rakyat
Bintan dan Lingga dikuras bauksitnya. Gunung jadi cekungan. Hutan jadi lubang. Natuna penuh gas. Nilainya miliaran dolar. Tapi nelayan tetap antre solar mahal. Rakyat tetap hidup seadanya.
Satu Pola yang Terulang
Apapun kasusnya, polanya sama :
- Pusaka jadi komoditas.
- Tanah leluhur jadi proyek.
- Alam jadi ladang uang.
Dan rakyat? Selalu penonton.
Penjajahan Model Baru
Ini bukan kolonial lama. Bukan Belanda. Bukan Portugis.
Ini kolonial baru. Berbaju investasi. Berlabel pembangunan. Disahkan tanda tangan pejabat.
Akhir Kata dari Moninca Nathan, Kepri hari ini adalah cermin. Warisan agung, tapi marwahnya diperdagangkan. Sumber daya besar, tapi rakyatnya disengsarakan.
Melayu tak akan terus diam. Bangkit serentak penuh semangat. Bukan sekadar mempertahankan tanah, atau kekayaan alam, tapi merebut kembali martabat dan harga diri.
Di sisi lain, Megat Rurry Afriansyah selaku Panglima Utama Majelis Rakyat Kepri, menjelang hari lahir Kepri yang ke-23, menyerukan kepada seluruh penjuru negeri Melayu.
“Agar semua pihak bersiap diri. Terutama organisasi – organisasi Melayu, dari nelayan, pesisir, pulau-pulau, hingga ke kota-kota di seluruh Kepri, untuk saatnya kita berdiri bersama, menjaga marwah, menuntut hak, dan merebut masa depan,” pinta Megat Rury Afriansyah kepada media ini, Kamis (11/09).
Penutup
Selamat ulang tahun ke-23, Kepri. Hadiahmu bukan kue. Hadiahmu adalah perjuangan. Rakyat Melayu siap melawan siapa saja yang menukar marwahmu dengan keserakahan.
Profil penulis: Monica Nathan, konsultan di bidang teknologi informasi. Hidup di dunia modern, tapi hatinya selalu kembali pada akar: Melayu dan Indonesia.
Penulis/Sumber : Monica Nathan
Editor : Red.