Megat Rury Tuntut Keadilan dalam Kasus Perobohan Hotel & Resort Pura Jaya oleh PT Pasifik, LAKRL Berikan Dukungan Penuh

SIKATNEWS.id | Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) mendukung sepenuhnya upaya Megat Rury Afriansyah, Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) menuntut keadilan atas perobohan dan perataan bangunan dan fasilitas Hotel & Resort Purajaya, Nongsa, Batam pada 2021 Juni 2023 lalu.

Menurut informasi yang diterima media pada Rabu (29/02), PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) sebagai pelaku yang memerintahkan PT Lamro Martua Sejati (LMS).

“Kami dari Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga yang berpusat di Pulau Penyengat, menyatakan dukungan sepenuhnya kepada Megat Rury Afriansyah, dalam perjuangan yang telah ditempuh untuk mendapatkan keadilan. Dengan ini, kami juga mendesak appaat hukum segera memproses pelaku (PT PEP dan PT LMS) mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena telah melukai hati masyarakat luas, khususnya masyarakat adat Melayu,” kata Ketua LAKRL sebagai Sultan LAKRL, Tengku Armizan, kepada wartawan di Batam, 29/1/2025.

Pernyataan itu disampaikan pasca pertemuan pimpinan LAKRL dengan Megat Rury Afriansyah di Kantor PT DTL, Komplek Graha Mas, Sungai Panas, Batam Center, Batam. Menurut Tengku Armizan, PT DTL sebagai perusahaan milik saudagar Melayu, putra tempatan dan pengusaha yang berusaha di negerinya sendiri, peristiwa perobohan gedung dan fasilitas Hotel & Resort Purajaya membangkitkan amarah semua kesatuan-kesatuan adat di Tanah Melayu.

“Kami amat prihatin dengan peristiwa perobohan dan kami lihat sekarang sudah rata dengan tanah. Padahal, sebelumnya hotel tersebut (Hotel & Resort Purajaya) merupakan kebanggaan Batam dan Kepri, khususnya pengusaha Melayu. Kami tidak tahu berapa persis kerugian Sdr Afriansyah sebagai pemilik hotel, tetapi hotel yang tadinya membuat rasa bangga masyarakat adat di tanah Melayu ini, sekarang dihancurkan oleh kepentingan bisnis yang bertujuan memupus kebanggaan masyarakat adat Melayu,” ucap Tengku Armizan.

Seluruh wilayah Kepulauan Riau, menurut Tengku Armizan, merupakan wilayah takluk Kesultanan Riau Lingga, yang kini menjadi kesatuan adat yang memiliki hak-hak adat, seperti tanah ulayat atas seluruh wilayah di Kepulauan Riau. Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga, katanya, saat ini sedang menyusun gugatan setelah mengumpulkan bukti-bukti yang cukup atas hak ulayat di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya Pulau Batam, Rempang dan Galang.

“Siapa pemilik tanah di Kepulauan Riau, khususnya Pulau Batam, sampai sekarang banyak pihak yang tidak mengetahuinya. Badan Pengusahaan Batam bukan pemilik atas tanah Pulau Batam, Rempang dan Galang. BP Batam hanya pengelola, bukan pemilik. Benar, bahwa tanah di Kepulauan Riau, khususnya Pulau Batam, adalah milik negara, tetapi Casu Quo kepemilikan tanah negara di Pulau Batam itu siapa? Kami akan buktikan bahwa kepemilikannya ada pada masyarakat adat. Dan, Sdr Megat Rury Afriansyah bersama perusahaan PT DTL yang mereka kelola merupakan bagian dari masyarakat adat sebagai pemilik tanah di Pulau Batam. BP Batam harus faham itu,” tegas Tengku Armizan.

Dengan dibatalkannya pengelolaan tanah oleh BP Batam kepada PT DTL, kata Tengku Armizan, tidak serta-merta hak atas tanah yang dimiliki oleh Megat Rury Afriansyah batal.

“Apalagi sampai terjadi perobohan atas investasi besar, yang membanggakan warga masyarakat adat, khususnya warga Melayu di wilayah takluk Kesultanan Riau Lingga, menjadi bukti adanya kezoliman atas pengelolaan tanah di Pulau Batam. Saya tegaskan, BP Batam tidak berhak merusak hotel yang menjadi kebanggaan Melayu, apalagi PT Pasifik, yang entah dari mana haknya merusak kebanggaan masyarakat adat (Melayu),” ujarnya.