Ketika Mafia Mengatur Negara dan Saat Negeri Fobia Pada Kejujuran, Melayu Tempatan Terabaikan

Mereka lupa, bangsa ini dibangun oleh orang-orang yang mencintai kejujuran, oleh Melayu yang menanamkan bahasa persatuan, adab, dan rasa hormat ke seluruh Nusantara. Ironisnya, bangsa yang mewarisi nilai-nilai itu justru menendang pemilik akarnya keluar dari tanah sendiri.

Prabowo dan Cermin Retak di Kepri
Presiden Prabowo bicara besar tentang kehormatan, kedaulatan, dan keadilan. Namun di Kepri, tiga kata itu tinggal jargon.

Presiden Prabowo senang teriak soal anti korupsi. Namun di Batam, korupsi adalah otak sistim. Rakyat Melayu menunggu bukan kata-kata, tapi tindakan. Laporan pidana sudah masuk. Laporan ke KPK sudah diterima. Aparat tinggal bergerak.

Pertanyaannya:
Beranikah mereka menyentuh yang besar di balik layar? Ataukah kita akan kembali menyaksikan babak lama yang kecil ditangkap, yang besar diselamatkan?

Bangsa yang Takut pada Cermin
Negeri ini bukan takut pada korupsi. Ia takut pada cermin kejujuran. Sebab di sana, wajah sendiri terlihat kotor.

Rakyat Melayu di Batam dan Kepri kini memegang cermin itu tinggi-tinggi. Mereka tidak menuntut uang atau jabatan, mereka hanya menuntut satu hal: kejujuran yang tidak bisa dibeli. Dan justru itulah yang paling menakutkan bagi bangsa yang terbiasa berdusta.

Penutup: Marwah Tak Bisa Dibungkam
Purajaya bisa dirobohkan, tapi marwah Melayu tidak bisa dikubur. Ia hidup di setiap lidah yang masih suka kejujuran, di setiap mata yang menolak tunduk pada petidakadilan.

Negeri ini mungkin bisa memenjarakan orang yang suka kejujuran, tapi tidak bisa memenjarakan ingatan rakyat terhadap kebenaran Dan bila gelombang keadilan datang, ia tidak akan lahir dari istana, melainkan dari laut Melayu yang selama ini dikotori negara.

Karena di sana, kebenaran sedang menunggu ombak berikutnya. Dan ombak, seperti Melayu, tidak pernah benar-benar diam. Ia hanya menunggu. Dan ombak besar pasti akan datang.

Sumber : Monica Nathan
Editor : Red.