Pemanggilan Pengguna Wajib Sebelum Diperpanjang Atau Tidak Diperpanjang
Jadi, ada tindakan evaluasi, pemanggilan, dan peringatan. Tidak otomatis mencabut alokasi lahan. Kemudian pada butir selanjutnya dijelaskan (3) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran/kelalaian atas kewajiban Pembangunan Pada Lahan yang dilakukan oleh Pengguna Lahan, Badan Pengusahaan Batam melakukan kegiatan evaluasi dengan tahapan sebagai berikut:
- Melakukan verifikasi data fisik dan data yuridis;
- Mengecek dokumen Lahan dan dokumen lainnya termasuk data, rencana, tahapan penggunaan dan pemanfaatan lahan pada saat Permohonan Alokasi Lahan;
- Meminta keterangan dari Pengguna Lahan clan pihak lain yang terkait untuk memberikan keterangan atau menyampaikan data yang diperlukan clan dituangkan dalam Berita Acara;
- Melaksanakan pemeriksaan fisik;
- Membuat analisis penyebab Pembangunan Pada Lahan tidak dilaksanakan; dan
- Menyusun laporan hasil identifikasi clan analisis.
Pemanggilan merupakan hal penting yang harus dilalui sebelum mengambil keputusan melanjutkan perpanjangan alokasi lahan atau tidak. Pada pasal 43 disebut: (1) Dalam hal hasil dari kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 terdapat indikasi tidak dilakukan pembangunan pada lahan, tidak dilakukan permohonan perpanjangan alokasi lahan yang telah habis masa berlakunya, atau belum dipenuhinya pembayaran perpanjangan Alokasi Lahan, Badan Pengusahaan Batam melakukan pemanggilan terhadap pengguna lahan. (2) Pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk melakukan klarifikasi terhadap Pengguna Lahan.
Pemanggilan merupakan bukti sah untuk menentukan dasar pembuatan keputusan. Pada butir (3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengguna Lahan tidak dapat hadir maka dilakukan pemanggilan kedua. (4) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemanggilan kedua sebagaimana dimaksud ayat (4) Pengguna Lahan tidak dapat hadir maka diberikan peringatan. (5) Hasil dari pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara yang mencantumkan paling kurang: a. Alasan Pemanggilan; b. Butir-butir kesepakatan antara Badan Pengusahaan Batam dengan Pengguna Lahan. (6) Pengguna Lahan wajib memenuhi kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b.
Dalam ketentuan peralihan Perka nomor 27 tahun 2017 tentang Pasal 48 disebut: Pada saat peraturan ini mulai berlaku: a. Untuk alokasi lahan yang telah atau akan berakhir paling lama pada tanggal 31 Desember 2019, pengguna lahan diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan perpanjangan alokasi lahan paling lambat tanggal 30 Juni 2019 dan tidak akan dikenakan sanksi administrasi. b. Dalam ha! Pecah PL tidak dilaksanakan oleh Pengembang/ Developer maka dapat diajukan oleh orang-perorangan sebagai pemilik rumah, dengan syarat: 1. Pecah PL sesuai fatwa planologi; dan 2. Pecah PL dilakukan dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah peraturan ini berlaku.
Pasal 48 ditambah dengan pasal 39 membuka ruang dialog antara penerima alokasi lahan dengan BP Batam. Tidak seperti pada dua Perka yang diterbitkan oleh Walikota Batam Ex Officio Kepala BP Batam yang menggiring pemutusan alokasi lahan pada mesin otomatis tanpa dialog, seperti pada pasal 39 Perka Nomor 3 Tahun 2020. Meski ada pasal ‘cuci tangan’ Kepala BP Batam, yakni pasal 35 ayat (4) yang menyebut: Terhadap permohonan perpanjangan pengalokasian yang telah berakhir masa UWT, telah terbangun, dan digunakan sesuai peruntukan apat dilakukan proses perpanjangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian juga pada Perka 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan pasal 35 ayat (2) disebut: Permohonan perpanjangan alokasi lahan dapat diberikan apabila memenuhi syarat-syarat: Lahan sudah terbangun minimal 50 % (lima puluh persen) dari rencana pembangunan sesuai dengan yang tercantum dalam Fatwa Planologi.
Tetapi apa pun langkah yang dibuat oleh Walikota Batam Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi untuk menutupi kepentingan diri dan kroninya, tetap saja terlihat cacat celah yang bakal menjadi ‘bom waktu’ dalam pembahasan mendalam regulasi pertanahan di BP Batam. Cacat itu adalah: Pasal 26 ayat 26 Perka nomor 18 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan, yang menyebut dalam butir (6) Pembatalan alokasi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2\ huruf d dan ayat (3), BP Batam menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Alokasi Lahan dan Surat Pemberitahuan Pembatalan Alokasi l,ahan.
Hingga tulisan ini diterbitkan, PT DTL belum pernah menerima SKEP tentang Pembatalan Pengalokasian dan Penggunaan Tanah Atas Bagian-Bagian Tertentu Daripada Tanah Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Menurut Direktur PT DTL, Megat Rury Afriansyah, pihaknya belum pernah menerima SKEP Pembatalan untuk 10 hektar, hanya SKEP Pembatalan untuk 20 hektar.
“Kami hanya menerima surat pemberitahuan berakhirnya alokasi lahan pada 20 Agustus 2019. Tiba-tiba pada akhir 2022 lahan kami telah diberikan kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa. Proses kilat dan otomatis,” ujar Megat Rury Afriansyah.
Dengan tidak adanya SKEP Pembatalan sesuai dengan Perka nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan, pencabutan lahan dan pengalokasian kembali kepada pihak lain adalah tidak sah secara legalitas. Dengan demikian, SKEP atas nama Kepala BP Batam dengan nomor 61/A3.5/L/1/2023 pada tanggal 03 Januari 2023 yang memberikan alokasi lahan kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa harus batal demi hukum./Red.