SIKATNEWS.id | Maksud terselubung Walikota Batam Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, untuk mencabut alokasi lahan PT Dani Tasha Lestari, terekam dalam perubahan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam nomor 3 dan 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan.
Salah satu indikasi maksud terselubung Walikota Batam Ex Officio Kepala BP Batam, adalah pencabutan lahan diduga tidak disertai dengan Surat Keputusan SKEP Pembatalan Alokasi Lahan.
Sebelumnya, dalam Perka nomor 27 tahun 2017 itu, terdapat pasal yang memberi kelonggaran kepada pengguna lahan untuk memperpanjang alokasi lahan meski telah terlambat dari jadwal yang searusnya. Bahkan tidak dikenakan denda. Tetapi pada Perka produk Walikota Batam Ex Officio Kepala BP Batam kelonggaran seperti itu tidak diberikan, hanya dengan satu tujuan, diduga lahan-lahan di wilayah potensial akan diberikan kepada kroni sang Ex Officio.
Dalam pasal 39 Perka nomor 3 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lahan, pengakhiran alokasi lahan diubah menjadi: Dalam hal pengalokasian lahan berakhir disebabkan hal-hal sebagaimana diaksud pasal 38 ayat (1) dan (2), lahan dimaksud secara otomatis Kembali kepada Badan Pengusahaan Batam tanpa kewajiban untuk memberitahukan kepada penerima alokasi.
Permohonan perpanjangan alokasi lahan yang telah memperoleh persetujuan Kepala, akan diterbitkan surat pemberitahuan dan faktur tagihan UWT yang harus dilunasi oleh pemohon paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan. Daiam hal Pengalokasian Lahan berakhir disebabkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), lahan dimaksud secara otomatis kembali kepada BP Batam tanpa kewajiban untuk memberitahukan kepada penerima alokasi.
Menghilangkan Unsur Pertimbangan Manusia
Pasal 39 itu menggaris-bawahi kata otomatis, sebagai kekuasaan yang berlebihan kepada Kepala BP Batam tanpa mempertimbangkan faktor lain. Peraturan seperti itu menghilangkan unsur pertimbangan manusia dalam sebuah keputusan yang amat vital. Kekuasaan yang dituangkan dalam pasal 39 Perka Nomor 3 Tahun 2020 itu merupakan penyalah-gunaan wewenang atau abuse of power. Kepala BP Batam lupa terhadap majunya Batam ditentukan oleh investor yang menanamkan modal di Pulau Batam. Walikota Batam Ex Officio Kepala BP Batam menganggap wewenang yang dipegangnya, meski melebihi batas, tidak akan dapat disanggah oleh pihak lain, terutama PT DTL.
Abuse of power, sekecil apa pun, adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi. Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi.
Wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi. Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas. Makin tinggi jabatannya, makin besar kewenangannya.
Itu sebabnya Kepala BP Batam yang definitif sebelumnya (bukan Ex Officio), membuat batasan sebelum mencabut alokasi lahan, sebagai berikut: Perka 27 tahun 2017 pasal 42 butir (1) Tindak lanjut dari pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 adalah sebagai berikut: a. Evaluasi; b. Pemanggilan; dan c. Peringatan. (2) Kegiatan evaluasi dilakukan apabila dalam kegiatan pengawasan yang dilaksanakan terdapat kewajiban yang tidak dipenuhi, antara lain: a. Pengguna Lahan belum mengurus seluruh perizinan; b. Pengguna Lahan belum melaksanakan Pembangunan Pada Lahan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan; c. Pengguna Lahan melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan; d. Pengguna Lahan belum melunasi UWT dan/atau membayar JPP; e. Pengguna Lahan tidak memenuhi Kewajiban Pengguna Lahan; dan f. Masa berlaku Alokasi Lahan telah berakhir namun Pengguna Lahan belum/tidak mengajukan Permohonan Perpanjangan Alokasi Lahan.