Ironisnya, ada sebagian warga sudah terbit alas hak, namun sebagian besar tidak bisa diterbitkan. Sehingga, hal itu menjadi pertanyaan besar, kenapa alashak tidak dapat diterbitkan?
“Ternyata lokasi tempat mereka garap lahannya telah diklaim perusahaan yang kini eksistensinya tidak tahu ke mana. setelah hilang muncul lagi perusahaan baru yang legalitasnya belum bisa ditunjukan. Jadi Warga tidak perlu takut kalau ada intimidasi oleh perusahaan yang tiba-tiba muncul mengklaim itu adalah tanahnya, sebelum perusahaan tersebut dapat membuktikan secara sah dan prosedur legalitas izin,” tuturnya.
Disayangkan, kenapa pihak pemerintah daerah terkesan lebih membela pihak perusahaan dari pada memperjuangkan hak masyarakat yang telah puluhan tahun mengarap lahan. Seharusnya, pemerintah lebih bijaksana melihat masyarakat yang selalu tertindas dan diintimidasi dari pihak perusahaan yang notabanenya sudah cacat hukum, tidak melaksanakan perizinan berdasarkan dengan peruntukannya sesuai SOP.
“Kami bersama masyarakat di tempat ini akan terus berjuang menuntut hak kami, dan melawan perusahaan yang mengklaim tanpa membuktikan secara sah legalitas izin kepemilikannya. Kami sangat berharap hal ini menjadi atensi APH untuk dapat mendengarkan suara masyarakat,” tutupnya
Berita ini masih butuh konfirmasi selanjutnya
Sumber : L KPK
(YD)