Kendala lainnya menurut Global Energy Monitor adalah berbagai regulasi yang kurang mendukung energi terbarukan, serta ketergantungan yang tinggi pada bahan bakar fosil. Berbagai kendala tersebut membuat ASEAN menapaki jalan yang sulit menuju transisi energi ramah lingkungan menurut Global Energy Monitor.
Peneliti Global Energy Monitor Janna Smith mengatakan, pertumbuhan energi terbarukan di ASEAN sangat mengesankan.
“Namun masih banyak hal yang bisa dicapai,” kata Smith dalam siaran pers yang dirilis Global Energy Monitor, Selasa (16/1/2024). Smith menuturkan, saat ini dunia telah berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan mencapai tiga kali lipat pada 2030. Komitmen tersebut tertuang dalam salah satu kesepakatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada Desember 2023. Karena komitmen itu, Smith mendesak negara-negara di ASEAN mempermudah pengembangan PLTS dan PLTB. “Beralih ke energi terbarukan dari batu bara dan gas akan menghemat waktu dan uang negara menuju masa depan energi yang bersih,” ujar Smith.
“Namun masih banyak hal yang bisa dicapai,” kata Smith dalam siaran pers yang dirilis Global Energy Monitor, Selasa (16/1/2024). Smith menuturkan, saat ini dunia telah berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan mencapai tiga kali lipat pada 2030.
Komitmen tersebut tertuang dalam salah satu kesepakatan COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), pada Desember 2023. Karena komitmen itu, Smith mendesak negara-negara di ASEAN mempermudah pengembangan PLTS dan PLTB. “Beralih ke energi terbarukan dari batu bara dan gas akan menghemat waktu dan uang negara menuju masa depan energi yang bersih,” ujar Smith.
Sumber: kompas.com
(Red)