Jika Para Mafia Lahan Belum Diberantas, Kota Batam Hanya Halusinasi Pertumbuhan Ekonomi

Purbaya Datang Mau Jadi Pahlawan, Duit Hilang
Sekarang Purbaya masuk dengan gaya koboi, janji manis soal ekonomi hijau dan industri besar. Uang miliaran rupiah disebut akan mengalir. Tapi yang kebagian? Ya pengusaha besar itu-itu saja. Rakyat pesisir? Paling hanya dapat debu reklamasi dan bau solar. Kita lihat saja.

BP Batam : Landlord Tanpa Land
BP Batam senang menyebut diri sebagai “landlord”. Tapi faktanya, mereka tidak punya cukup lahan. Solusinya? Buka pulau baru lewat reklamasi. Atau “main ke pulau”, pasang plang otorita diam-diam diakuisisi. Sambil tetap berbicara tentang “pengelolaan aset strategis”. Memang aset nenek moyang siapa.

Pertemuan Tanpa Isi
Kunjungan ada. Sana sini. Bahkan ada yang ceritanya berbincang dengan tokoh masyarakat.

“Seharusnya pertemuan diskusi digelar: pengusaha, praktisi hukum, pejabat pusat. Semua membahas sinkronisasi kebijakan dengan Jakarta. Kalau direncanakan dengan strategi pembangunan dan niat yang benar pasti ada hasilnya. Tapi pertemuan seperti ini tidak pernah ada,” tegas Rury.

Jakarta, Menko Perekonomian, Komisi VI—harusnya jadi pengarah. Nyatanya lebih sering jadi tamu kehormatan yang hanya mendengarkan. Sekedar catatan sudah berkunjung. KPI cukup itu.

Singapura KW 50 Tahun Lagi
Rempang–Galang sempat digoda jadi kabupaten baru. Warga muak dengan regulasi dan permainan kotor BP Batam. Tapi mimpi Batam menjadi Singapura? Bahkan 50 tahun lagi pun sulit. Singapura dibangun di atas disiplin, integritas, dan penegakan hukum. Kita? Masih terkesima dengan kesaktian wakil. Masih berdebat soal siapa mafia lahan berikutnya.

Kesimpulan : Pertumbuhan Versi Halusinasi
Batam memang strategis. Selat Malaka dilintasi perdagangan senilai lebih dari USD 168 miliar per tahun (data UNCTAD). Potensi luar biasa.

Tapi pertumbuhan ekonomi sejati tidak lahir dari MoU, angka PDRB kembang-kempis, atau presentasi investor yang lebih mirip pertunjukan.

BP Batam silahkan berhalusinasi untuk membuat Singapura berikutnya. Dengan korupsi, mafia lahan, dan politik akrobatik tetap jadi tulang punggung.

Batam hanya akan menjadi komedi yang tidak lucu dengan rakyat sebagai penonton diminta bayar mahal.

Sumber/Penulis : Monica Nathan dari Amerika
Editor : Red.