Persoalan keterlambatan membayar UWT, kata Ismeth Abdullah, adalah hal yang lumrah. Sebab BP Batam telah memiliki skema denda atas keterlambatan. Kecuali pengusaha yang menerima alokasi menyatakan tidak akan melanjutkan usahanya, BP Batam dapat mencabut.
“Waduh, berapa banyak investasi yang telah dikeluarkan untuk membangun Hotel Purajaya, bangunannya masih sangat bagus untuk dioperasikan sebagai salah satu hotel pilihan wisatawan dalam negeri dan manca negara,” ujar Ismeth Abdullah, saat bertemu dengan wartawan di Batam.
Gubernur pertama dan juga mantan Ketua Otorita Batam itu, geram terhadap pengelolaan BP Batam yang kini terlihat tidak memihak pada investasi.
“Aturan-aturan yang dibuat tidak seharusnya merugikan investasi. Aturan tersebut seharusnya mendukung investasi, bukan malah menghambat. Jika BP Batam berdalih telah menjalankan kebijakanna sesuai aturan, tetapi faktanya merugikan pengusaha, bukankah aturannya yang harus diperbaiki,” ucap Ismeth Abdullah yang kini duduk di kursi Anggota MPR RI dari Dewan Perwakian Daerah (DPD) Kepulauan Riau.
Ismeth menegaskan dirinya setuju jika PT DTL di bawah kepemimpinan Rury Afriansyah, menggugat BP Batam untuk meminta pertanggungjawaban badan pengusahaan itu terhadap kerugian yang dialami oleh PT DTL.
“Ini (tindakan pencabutan alokasi dan perobohan asset hotel Purajaya) termasuk tindakan anti investasi, dan akan mengancam keberlangsungan dunia usaha di Batam. Bagaimana pengusaha yang telah berjasa dibalas dengan perobohan asetnya, wajar saja jika warga dan pengusaha Melayu marah, saya juga kecewa mendengar tindakan tersebut,” pungkas Ismeth./Red.