Warisan Melayu yang Dilindas
Conthonya, Hotel Purajaya milik keluarga Megat Rury Afriansyah. Kasus ini merupakan kasus seorang tokoh Melayu. Hotel miliknya diratakan tanpa dasar hukum yang jelas. Pertanyaanya adalah emang boleh tanpa order eksekusi ?
“Upaya pemilik Hotel Purajaya sudah melapor tingkat Polda. Tapi kesannya, berkas diparkir. Rury mengadu ke DPR, berakhir di Panja DPRI tanpa hasil. Wakil DPR tegur BP Batam. Namun, kesannya lagi, BP Batam tulipun dan negara diam. Ironinya, sejarah BP Batam terbentuk atas jasa ayah Rury, Ir. Zulkarnain Nadir. Jika yang terjadi tidak masuk akal, pastinya duit mengalir yang atur cerita,” tutur Monica Nathan.
Pulau Penyengat yang merupakan jantung bahasa Indonesia karena jelas sejarahnya, tapi sekarang Gurindam 12 digadaikan bahkan terancam jadi zona bisnis.
Rempang Eco City?
Ribuan masyarakat tempatan harus pindah. Dalam prosesnya, warga rempang sudah terjadi bentrok dengan aparat. Monica menyebutkan bahwa sekali lagi contoh gila yang dilakukan oleh BP Batam.
“Jangan heran banyak tragedi. Mata dunia mulai menyoroti. Ini negara merdeka rasa medan perang,” singkat Monica.
Natuna yang kaya gas. Di sana terjadi penyedotan besar-besaran, reklamasi, tambang pasir, tapi ekologi laut terkoyak.
Penegakan Hukum atau Legitimasi Ketidakadilan
Warga kerap berkata “Di sini hukum tegak lurus ke pemodal”. Setiap kali kasus besar mandek, kecurigaan makin tebal, bahkan kemarahan semakin tinggi.
“Polisi? Jaksa? Pejabat daerah? Kelihatan jelas disirami pemilik modal. Bisa jadi ini persepsi atau realita. Yang jelas, bukti di lapangan adalah laporan yang macet, audit yang lambat. Lewat DPR percuma, karena proyeknya tetap jalan,” jelas Monica Nathan.
Lebih licin daripada penjajah lama. Dulu musuh kita jelas, mereka datang dengan kapal perang dengan bendera berbeda, warna kulit terang, bahasa juga beda, senjata di tangan.
Sekarang?
Mereka berbicara bahasa Indonesia, berlenggang pakai batik pejabat. Kadang dengan jas rapi dan peci, mereka duduk di kursi yang dibeli. Menandatangani aturan dan bagi hasil dengan pemodal berkepentingan. Biasanya, mereka lebih licin, lebih halus dan lebih sadis.
Masih Adakah Harapan?
Mungkin ada dan harusnya ada. Ada harapan pejabat yang jujur, LSM yang konsisten, jurnalis yang berani.
“Mereka tidak bising, tapi mereka ada. Masih ada juga organisasi dunia seperti New York, Den Haag. Bisa dilakukan hanya dengan satu klik saja,” ucap Monica.
Ironi 17 Agustus
“Jadi, setiap kali saya mendengar pekik itu Merdeka! Merdeka! Merdeka! Saya bertanya pada diri sendiri. Merdeka dari siapa dan untuk siapa?, karena menurut saya, hari yang kita rayakan sebagai kemerdekaan bagi banyak orang adalah hari dimulainya penjajahan dari dalam,” kata Monica.
Perang kita jauh dari selesai. Musuhnya saja yang berganti wajah. Masyarakat Melayu bisa sabar dan bisa juga tidak. Cukup demo DPR, contohnya yang terjadi di Negara Nepal, dan semoga tidak terjadi seperti di Nepal.
Penulis/Sumber : Monica Nathan
Editor : Red.