“Saya tidak menyangka ada tindakan super arogan, yang berani merobohkan hotel tanpa dasar hukum. Tetapi belakangan ini saya mendapat informasi akurat, bahwa hotel tersebut dirobohkan tanpa dasar hukum, dan dilindungi aparat. Mengapa aparat hukum tidak ada yang berupaya meluruskan aturan? Apakah semua sudah ‘dibeli’ dengan harga murah,” ujarnya.
PN Batam Menangkan PT Pasifik
Beberapa waktu lalu, PT Dani Tasha Lestari (DTL) telah melakukan serangkaian upaya hukum untuk mencari keadilan. Salah satu upaya adalah gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas perobohan hotel yang tidak didasari pada putusan pengadilan.
Pengrusakan, apalagi perobohan gedung, kata Kuasa Hukum PT DTL, Dicky Asmara Nasution, SH, merupakan tindakan melawan hukum, sebab pemilik gedung tidak memberi persetujuan, maka seharusnya ditempuh melalui jalur penetapan pengadilan. Tetapi penerima alokasi lahan, katanya, tidak beritikad baik untuk mendapatkan penetapan pengadilan.
Saat ini PT DTL sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Batam melawan PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) sebagai pelaku utama perobohan Hotel Purajaya, serta PT Lamro Matua Sejati (LMS) sebagai eksekutor yang merobohkan hotel.
Saat merobohkan, sekitar 600 personil yang tergabung dalam Tim Terpadu yang dibentuk oleh Wali Kota Batam saat itu, Muhammad Rudi, dikerahkan ke hotel Pura Jaya untuk melindungi aksi perobohan. Tim Terpadu terdiri dari Satuan Kepolisian Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Batam, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, Kepolisian, dan TNI Angkatan Darat, Laut, Udara.
“Seyogyanya Tim Terpadu dibentuk untuk menertibkan bangunan liar di atas lahan-lahan yang digarap tanpa dasar hukum, bukan ditugaskan untuk mengawal perobohan gedung yang masih dalam sengketa, di mana bangunan dan fasilitas di atas tanah masih dikuasai pemiliknya. Pemiliknya diusir paksa, dan penghancuran dilakukan tanpa dasar,” pungkas Dicky Asmara Nasution./Red.