Hadir di PBB New York, Rakyat Melayu Tak Minta Banyak: Jangan Kami Disuruh Diam

SIKATNEWS.id | We stand for justice, peace, and dignity for all. Prabowo Subianto, Sidang Umum PBB ke-80, New York, 2025

Itulah pidato Presiden Prabowo dan kesannya itu megah. Disampaikan di ruangan bersejarah PBB. Dengan bahasa Inggris yang fasih, disisipkan salam lintas agama, dan dihiasi jargon perdamaian serta keadilan.

Tapi apa guna pidato yang bersinar di dunia, jika rakyatmu sendiri ditindas dalam diam, direbut haknya, dihancurkan warisannya dan kau tidak menyebut mereka sama sekali? Omon omon masih terus berlanjut.

Di saat Prabowo bicara tentang net zero emission, reklamasi ilegal di Batam terus berlangsung. Saat ia menyebut rice sufficiency, rakyat Kepri bergantung 100% pada pasokan luar.

Saat ia bicara “dignity”, Gurindam 12 dilelang. Saat ia bicara “justice”, Purajaya dirobohkan tanpa dasar hukum. Dan saat ia menjanjikan pasukan perdamaian ke Gaza dan Ukraina, warga Rempang dipetakan dan diusir dengan gas air mata dan kawalan senjata.

Dan yang paling menyakitkan adalah tak satu kalipun ia menyebut korupsi. Padahal, itulah biang utama dari kehancuran bangsa ini.

Gurindam 12: Ketika Marwah Dijual per Meter
Taman Gurindam 12 bukan taman biasa. Ia adalah jantung budaya Melayu. Tapi kini, dilelang dengan dalih pembangunan. Pemprov Kepri berdalih “hanya 5%”. Padahal 5% dari marwah adalah 100% pengkhianatan.

Masyarakat turun ke jalan. Demonstrasi besar di Tanjungpinang. Tapi suara mereka tak cukup kuat menembus ruang kedap suara pidato PBB. Omon omon kelas dunia sedang berlangsung.

Hotel Purajaya: Warisan Dihancurkan Tanpa Upacara
Purajaya bukan sekadar hotel tua. Ia adalah tapak sejarah dan milik tokoh Melayu. Ikon tempat berkumpulnya bangsawan, ulama, budayawan, negarawan.

Tapi sekarang diratakan tanpa pemberitahuan, tanpa hukum yang adil, tanpa permintaan maaf kepada sejarah dan tentunya tanpa bicara ganti rugi.

Padahal kata Prabowo, Indonesia tahu “how it feels to be denied justice”. Mungkin rakyat Melayu belum cukup “Indonesia” untuk dimasukkan dalam kalimat itu.

Rempang: “Eco City” Tapi Ekosistem Sosial Dihancurkan
Warga Rempang Galang telah tinggal di tanah itu selama ratusan tahun. Tapi, mereka bukan bagian dari strategi nasional. Mereka adalah “penghalang investasi”.

Dipetakan, ditandai, dikawal aparat. Lalu diusir. Semua demi proyek yang disebut “strategis”. Tapi bagi rakyat, ini hanya nama baru dari perampasan. Bangunannya mungkin “eco”, tapi caranya brutal.

Reklamasi dan Perusakan Laut: Kata Iklim Hanya Tempelan
Prabowo mengklaim akan membangun tembok laut raksasa untuk mengatasi kenaikan air laut. Tapi, di Batam dan sekitarnya:

  • Sungai ditimbun
  • Mangrove dihancurkan
  • Laut dikorek pasirnya
  • Nelayan kehilangan mata pencaharian
  • Dan semua itu dilakukan dengan surat izin ambigu dan diamnya institusi.

BP Batam: Super Power, Super Gelap
BP Batam, sejak diberi “kekuasaan super” oleh PP 25 dan 28/2025, berubah dari badan otoritas menjadi kerajaan kecil.

  • Diselidiki atas dugaan korupsi PNBP
  • Proyek pelabuhan Rp 82 miliar mangkrak
  • Reklamasi diberikan tanpa prosedur AMDAL transparan
  • Tidak ada check and balance yang real

Ketika Prabowo bicara “we will serve peace with boots on the ground“. Rakyat bertanya “di Batam, siapa yang pasang sepatu untuk menginjak kami?”.

Korupsi: Satu Kata yang Dihilangkan, Satu Kenyataan yang Tak Terhapuskan. Transparency International 2024 :

  • Skor korupsi Indonesia: 37/100
  • Peringkat: 99 dari 180 negara

Tapi, Prabowo tidak menyebut ini :

  • Tidak menyebut kasus Riza Chalid.
  • Tidak menyebut Rempang yang diselimuti mafia tanah.
  • Tidak menyebut Bahlil dan tambang.
  • Tidak menyebut Cendana.
  • Tidak menyebut geng Solo.
  • Tidak menyebut nama-nama besar yang lebih kuat dari hukum.

Padahal, dari Rempang hingga Batu Ampar, dari Gurindam ke Teluk Tering, rakyat sudah mencium aroma amis uang haram yang mengalir lewat proyek-proyek besar.

Penutup: Ketika Pidato Menjadi Omon-omon Global
Pidato Prabowo di PBB mungkin membuat diplomat bertepuk tangan. Apalagi dengan tawaran dukungan finansial. Dahsyat !

Tapi di tanah sendiri, rakyat menggenggam surat penggusuran. Diplomat tertawa sopan. Rakyat menangis diam-diam. Presiden bicara tentang perdamaian dunia, tapi lupa rumah sendiri terbakar.

Kau bicara tentang Gaza,
tapi tidak menengok Rempang.

Kau bicara dignity,
saat Gurindam dilelang.

Kau bicara justice,
clueless Purajaya runtuh tanpa keadilan.

Kau bicara pangan,
padahal Kepri lapar.

Kau bicara masa depan,
tapi berpaling dari korupsi hari ini.

Maka izinkan kami berkata:
“Yang bicara agung, tapi tak menyentuh bumi, omon omon belaka.”

Rakyat Melayu Tak Minta Banyak
Hanya satu yaitu jangan kami disuruh diam, sementara tanah kami dijual, warisan kami dihancurkan, dan kasus kami tak disebut dalam pidatomu. Padahal, Kepri memilihmu di Pilpres lalu.

Sumber/Penulis : Monica Nathan
Editor : Red.