Fakta Soal Pura Jaya Diputarbalikkan oleh BP Batam

Penasihat Hukum PT DTL Eko Nurisman SH, menyatakan pencabutan alokasi lahan yang dilakukan oleh BP Batam tidak sesederhana yang disampaikan Humas BP Batam Ariastuty Sirait. Dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan, menurut Eko Nurisman, perspektif hukum yang tidak bisa diabaikan adalah ‘niat baik.’

“Pada KUHPerdata pasal 1338, kata Eko, disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ingat, ada kata itikad baik dalam setiap perikatan,” terang Eko Nurisman.

Selanjutnya, kata Eko, persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

“Apakah sudah menjadi kebiasaan di BP Batam merugikan investor hingga ratusan miliar? Sementara pengusaha penerima alokasi baru pada tahap rencana,” papar Eko Nurisman.

Masalah business plan yang disebut-sebut Ariastuty tidak menarik sehingga tidak disetujui oleh BP Batam, adalah alasan yang dicari-cari.

“Di dalam lokasi sudah berdiri hotel megah yang telah memberi manfaat dalam dunia pariwisata serta memberikan kontribusi besar dalam pembangunan Batam dan juga devisa kepada negara, business plan yang disampaikan oleh klien kami adalah melanjutkan usaha perhotelan. Kurang menariknya di mana,” kata Eko Nurisman.

Saat ini, kata Eko, pihaknya sedang mengikuti proses pidana perobohan gedung hotel Pura Jaya di Polda.

“Bukti pidana perobohan sudah banyak kami serahkan kepada penyidik. Perobohan gedung merupakan tindak pidana, karena tindakan tersebut termasuk tindakan ilegal dan merugikan klien kami hingga ratusan miliar rupiah,” kata Eko.

Setelah BP Batam menang dalam proses Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kata Eko, tidak serta-merta BP Batam berhak merobohkan gedung.

“BP Batam meminta PT DTL mengosongkan lahan, dan pengosongan tidak dipenuhi karena masih berproses secara hukum. Tetapi surat BP Batam yang meminta pengosongan tidak bisa dijadikan dasar untuk mengeksekusi gedung. Ajukan dulu permohonan sita eksekusi ke pengadilan,” papar Eko Nurisman.

Dia menjelaskan permohonan sita eksekusi ke pengadilan, jika telah disetujui, pengadilan akan mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi. Jika penetapan sita eksekusi dari pengadilan telah dikeluarkan, maka yang memimpin perobohan gedung adalah Juru Sita Pengadilan. Tidak cukup hanya persetujuan BP Batam, lalu perobohan dikawal oleh Tim Terpadu.

Informasi yang diperoleh media ini, PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) mengajukan permohonan pembongkaran gedung hotel ke BP Batam, lalu BP Batam menyetujui dan mengirimkan Tim Terpadu untuk mengawal proses pembongkaran. Proses itu, menurut Eko Nurisman, adalah proses yang tidak sah atau illegal dan bertentangan dengan hukum./Red.