Fakta Sejarah Hotel Purajaya Berdiri hingga Dirobohkan dengan Tindakan Seperti Mafia

SIKATNEWS.id | Dalam kurun waktu beberapa tahun, CV Pulau Lestari (CVPL) yang telah berubah nama menjadi PT Dani Tasha Lestari (DTL), muncul sebagai perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terkemuka di bidang pariwisata perhotelan.

Kebanggaan warga Kepri dapat dipahami, karena hotel itu milik saudagar pengusaha Melayu, dan dikenal dermawan serta memiliki dukungan sentral dalam pendirian Provinsi Kepulauan Riau sebagai pecahan dari Provinsi Riau.

PT DTL berhasil membangun resort dan hotel berbintang 5 di atas tanah dengan luas total 30 hektar. Modal awal USD 24.000.000,- atau saat ini bernilai Rp400 miliar, kemudian ada tambahan investasi selama 10 tahun pertama sebesar Rp300 miliar, sehingga total investasi yang telah ditanamkan di Hotel dan Resort Purajaya Nongsa tersebut mencapai Rp700 miliar. Tamu-tamu dari wisatawan dalam dan luar negeri datang berduyun-duyun dengan rata-rata tingkat hunian berkisar 70 s.d 80 persen.

Tetapi dalam perjalanan 20 tahun, terjadi berbagai perubahan pengelolaan, sehingga sempat mengurangi layanan, dan ditambah dengan terjadinya pandemic Covid-19, hotel dengan kamar 218 Deluxe dengan 1 Presiden Suite dan 2 Junior Suite, sempat terhenti. Akibat berbagai masalah serta kondisi perekonomian global serta regional dan juga fluktuasi pertumbuhan industri di Pulau Batam.

PT DTL sebagai pengelola ingin memperpanjang 30 tahun pertama untuk 20 tahun berikutnya. Keterlambatan beberapa bulan dari tanggal jatuh tempo, 7 September 2018 untuk 10 hektar, seharusnya bisa dijadwal ulang. Pada Agustus 2019, PT DTL berniat membayar dengan meminta diterbitkannya Faktur UWT.

“Namun, BP Batam tidak memberi kesempatan kami memperpanjang alokasi lahan, meski pun di tanah yang kami sewa ada bangunan dan fasilitas Hotel dan Resort Purajaya yang bertaraf internasional dengan investasi Rp700 miliar. Keterlambatan pembayaran kami selama 11 bulan dijadikan alasan mengakhiri sewa atau penggunaan tanah, sehingga aset yang begitu besar terancam hangus,” tutur Direktur PT DTL, Rury Afriansyah.

Bukan itu saja, kata Rury, alokasi lahan seluas 20 hektar pun kemudian diakhiri sebelum waktunya. Seharusnya berakhir pada 17 Juni 2013, tetapi dicabut alokasi lahannya pada 11 Mei 2020, yakni 3 tahun sebelum berakhir sewa. Alasan BP Batam bahwa di atas lahan 20 hekta tidak ada bangunan seperti hotel, padahal di lokasi tersebut ada fasilitas pendukung hotel, seperti mes karyawan, villa, pembangkit listrik, taman dan fasilitas rekreasi. Di saat Covid-19 baru akan reda di tanah air dan belahan bumi lainnya, PT DTL berupaya membujuk BP Batam agar mengeluarkan Faktur UWT terhadap persil 10 hektar dan 20 hektar.