Untuk mengawal keputusan itu, Wakil Ketua DPR RI menyurati institusi, seperti MA, KY, Kejagung, Kapolri serta BP Batam sendiri. Dalam suratya disebut meminta Mahkamah Agung dan apparat penegak hukum terkait untuk memberikan atensi terhadap penanganan permasalahan tanah dan perobohan bangunan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perobohan Purajaya Tidak Sah Secara Hukum
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menilai perobohan Hotel Purajaya di Batam secara hukum tidak sah. Pasalnya, perobohan dilakukan tanpa perintah pengadilan. Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang membahas dugaan penyerobotan lahan oleh BP Batam.
RDPU tersebut melibatkan kelompok masyarakat adat Melayu yang diwakili sejumlah tokoh, di antaranya Ketua Saudagar Adat Melayu Kota Batam, Megat Rury Afriansyah; Ketua Harian Gerak Garuda Nusantara, Azhari; tokoh adat, Said Andi; dan Ketua Bidang Hukum Lembaga Adat Melayu, Tok Maskur.
Dalam rapat yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR, Senayan, beberapa waktu lalu. Habiburokhman mempertanyakan dasar hukum perobohan hotel tersebut yang melibatkan aparat penegak hukum tanpa adanya putusan pengadilan. Dikutip dari satu media terbitan Jakarta menyebut eksekusi lahan dan gedung hotel Purajaya menyisakan berbagai masalah hukum yang secepatnya harus diselesaikan.
”Yang saya tahu, eksekusi itu harus dikoordinir oleh pengadilan dengan dasar putusan pengadilan. Oleh karena itu, penegak hukum setempat diundang untuk ikut mengamankan proses pengosongan, itu kalau eksekusi,” ujar Habiburokhman.
”Kalau ini (perobohan Hotel Purajaya), saya enggak tahu apa istilahnya. Saya tidak mengenal istilah hukum yang memungkinkan perobohan tanpa putusan pengadilan. Ini bukan eksekusi,” ucapnya. Dia menyatakan perobohan tanpa ada penetapan eksekusi dari pengadilan adalah pidana.
Sumber : Rilis Hotel Purajaya
Editor : Red.