Lokasi reklamasi yang sepat dihentikan pekan lalu, oleh pimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam, dierkirakan sebenarnya, menurut informasi yang diperoleh media ini, akan terus dibiarkan direklamasi.
Tempat yang hanya selemparan batu dari kantor BP Batam itu telah dikuasai oleh kekuatan konsorsium perusahaan pencaplok lahan di Batam. Aktivitas inspeksi mendadat (sidak) yang diunggah Li Claudia di akun media sosialnya, tampaknya hanya meredam reaksi pegiat lingkungan.
Di sisi lain, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau, Distrawandi, melalui sebuah media setempat, menemukan modus pelaku reklamasi membiarkan pekerjaan disegel.
Setelah itu, pelaku mengurus izin dan membayar denda. Kemudian, lokasi reklamasi bisa digunakan tanpa ada ganti rugi kerusakan lingkungan, terutama dampaknya kepada nelayan.
Walikota Batam sekaligus Kepala BP Batam Amsakar Achmad tidak banyak berkomentar terkait permintaan moratorium izin reklamasi di tengah transisi aturan PP 25 tahun 2025 itu.
Namun, dalam setiap kesempatan soal komitmen menjaga lingkungan, Amsakar berjanji akan memperhatikannya dalam membuat aturan turunan dari PP 25 tersebut, termasuk aturan turunan soal izin reklamasi yang memperhatikan lingkungan.
Sumber : Rilis Hotel Purajaya
Editor : Red.