SIKATNEWS.id | Dua dekade lebih telah berlalu sejak Provinsi Kepulauan Riau resmi berdiri pada tahun 2002. Lahir dari semangat juang dan idealisme yang tinggi, Kepri bukan sekadar pemekaran administratif.
Kepri lahir dari tekad masyarakat kepulauan untuk memiliki rumah besar sendiri, rumah yang mampu menjaga martabat, menyejahterakan rakyatnya, dan mengangkat budaya Melayu sebagai jati diri.
Namun kini, cita-cita itu perlahan memudar. Dalam banyak kebijakan dan dinamika pemerintahan, semangat awal perjuangan seperti terpinggirkan. Pejabat yang mestinya menjadi penjaga api semangat itu, justru kerap sibuk dengan urusan kekuasaan, melupakan dasar perjuangan yang melahirkan provinsi ini.
Di tengah hiruk pikuk pembangunan dan kepentingan politik, Melayu sering kali hanya menjadi pelengkap, dihadirkan dalam seremoni, dipamerkan dalam simbol-simbol, tetapi tidak benar-benar diberi tempat dalam pengambilan keputusan strategis.
Budaya Melayu bukan sekadar pakaian adat atau tarian penyambutan. Ia adalah identitas, akar, dan jiwa masyarakat Kepri. Ketika Melayu hanya dijadikan hiasan, maka provinsi ini kehilangan rohnya. Masyarakat tempatan kehilangan ruang, sejarah dilupakan, dan perjuangan generasi terdahulu menjadi sia-sia.
Karena itu, sudah saatnya semua pihak, pejabat, tokoh masyarakat, budayawan, dan generasi muda, kembali menegakkan cita-cita awal berdirinya Kepri. Pemerintah daerah harus berani menempatkan nilai-nilai budaya Melayu sebagai landasan pembangunan, bukan sekadar pemanis.
Generasi muda Melayu perlu bangkit, tidak hanya menjadi penonton, tetapi penggerak perubahan. Melayu bukan pelengkap. Melayu adalah tuan rumah di tanahnya sendiri. Maka marwah ini harus dijaga, bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata.
Cita-Cita Awal Pembentukan Kepri
Provinsi Kepulauan Riau resmi berdiri pada 24 September 2002, setelah memisahkan diri dari Provinsi Riau. Salah satu semangat utamanya adalah memberi perhatian lebih besar pada daerah kepulauan yang sebelumnya merasa kurang tersentuh pembangunan di provinsi induk.
Namun, apakah cita-cita tersebut bakal tercapai, atau hanya stimulus untuk menggapai keserakahan kekuasaan dan penguasaan sumber daya ekonomi, masih menjadi tanda tanya hingga saat ini.
Menjaga identitas budaya Melayu sebagai akar sejarah wilayah ini, adalah landasan perjuangan Provinsi Kepulauan Riau. Memberi ruang bagi masyarakat tempatan untuk berperan aktif dalam pembangunan dan pemerintahan, seharusnya merupakan nafas perjuangan para tokoh masyarakat.