SIKATNEWS.id | Beberapa Perumahan di bawah naungan Central Group kembali menjadi sorotan sejumlah media terkait dugaan penggunaan bahan material yang ilegal.
Sebagaimana dalam pemberitaan sebelumnya terhadap Central Group bahwa salah satu perumahan yang dibangunnya seperti di Perumahan Central Raya Tanjung Uncang, Cluster Ayana dan Perumahan Central Hill di Tembesi menggunakan pasir berwarna kuning (Pasir hasil pertambangan olahan dari tanah, yang disaring menggunakan Mesin Dompeng).
Beberapa bulan yang lalu, sejumlah tim media pernah melakukan konfirmasi terhadap pihak Central Group. Namun, tim media tersebut hanya bertemu dengan Legalnya bernama Triwansaki, S.H. Sebelumnya, tim media sikatnews.id meminta konfirmasi kepada Merry Muljadi yang diduga sebagai Komisaris Central Group.
“Terkait pemberitaan untuk meminta konfirmasi kepada Ibu Merry Muljadi, mohon izin jika beliau saat ini tidak di tempat,” ucap Triwansaki.
Sedangkan, saat itu, dari staf yang menerima tim media sikatnews.id menyampaikan bahwa setiap hari Senin, beliau (Merry Muljadi) selalu ikut rapat (meeting).
Parahnya, hingga sekarang, tidak ada satu kata pun dari Merry Muljadi selaku komisaris Central Group saat tim media melakukan konfirmasi via WhatsApp maupun tatap muka (face to face) terkait indikasi pemakaian pasir kuning tersebut sebagai pasir yang diduga ilegal.
Padahal, jika merujuk pada Pemerintah Kota Batam secara regulasi, tidak memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pertambangan. Namun, beberapa hari yang lalu, tim media mengambil suatu tangkapan video dan gambar dimana salah satu Dum Truk sedang menurunkan bahan material seperti Pasir yang berwarna kuning tersebut, sehingga kuat dugaan bahwa PT Barelang Mega Jaya Sejati (Central Group) terindikasi sebagai Penadah atau Penampung pasir ilegal.
Jika merujuk pada Undang-undang Pasal 480 KUHP menyebutkan bahwa “penadah barang curian diancam pidana penjara paling lama empat tahun”, dan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menyatakan “Setiap orang yang melakukan Usaha Penambangan Tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp 10. 000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”.
(Red)