Gunungsitoli sikatnews.id— Program Pemutihan dan Diskon Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang digulirkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Keputusan Gubernur Nomor 188.44/712/KPTS/2025 diduga tidak berjalan selaras dengan praktik pelayanan di UPTD Samsat Nias–Gunungsitoli. Dugaan ketidaksinkronan antara kebijakan dan sistem pelayanan ini mencuat ke permukaan dalam pertemuan resmi yang digelar Sabtu (13/12/2025) di ruang Kepala Samsat Gunungsitoli.
Pertemuan tersebut dihadiri jajaran UPTD Samsat Nias–Gunungsitoli, LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) Kepulauan Nias, serta sejumlah wartawan, menyusul adanya keluhan masyarakat terkait penerapan pemutihan PKB yang dinilai justru membebani wajib pajak.
Kasus ini bermula dari pengaduan Marthin Mendrofa, wajib pajak kendaraan bermotor roda dua, yang mengaku mengalami pembebanan pajak di luar pemahamannya saat hendak memanfaatkan program pemutihan yang berlaku sejak 1 Oktober 2025.
Marthin menjelaskan, kendaraan miliknya dibeli pada tahun 2017 dan pajak kendaraan dibayarkan rutin hingga tahun 2022, dengan pembayaran terakhir sekitar Rp240.000. Namun, pajak kendaraan tersebut menunggak pada tahun 2023, 2024, dan 2025, dengan jatuh tempo pembayaran setiap Februari.
Dengan berpegang pada informasi program pemutihan, Marthin mendatangi Kantor Samsat Gunungsitoli dengan asumsi bahwa pokok tunggakan sebelum tahun 2024 dibebaskan, sehingga ia hanya menyiapkan dana untuk pembayaran pajak tahun 2024 dan 2025.
Namun, ia mengaku terkejut ketika petugas menyampaikan bahwa total kewajiban pajak kendaraan miliknya, termasuk SWDKLLJ (Jasa Raharja), mencapai lebih dari Rp600.000 dan dihitung hingga tahun 2026, bahkan disebut berpotensi sampai 2027.
“Saya datang untuk memanfaatkan pemutihan, tapi malah dikenakan perhitungan sampai tahun 2026. Bahkan ada yang bilang bisa sampai 2027. Ini membuat saya bingung, karena pemutihan seharusnya meringankan,” ujar Marthin. Karena dana yang dibawanya tidak mencukupi, ia terpaksa menunda pembayaran dan meninggalkan STNK di kantor Samsat.
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala UPTD Samsat Nias–Gunungsitoli, Heppy Zega, menjelaskan bahwa berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara Tahun 2025, apabila pembayaran pajak kendaraan telah melewati lebih dari 60 hari sejak bulan jatuh tempo, maka sistem secara otomatis menghitung kewajiban pajak hingga tahun berikutnya.
“Perhitungannya berjalan otomatis melalui sistem. Karena sudah melewati batas waktu, maka bisa terdeteksi hingga tahun 2026 bahkan 2027,” jelas Heppy di hadapan peserta pertemuan.
Ia juga menegaskan bahwa pihak Samsat telah menyediakan mekanisme informasi kepada masyarakat melalui petugas satpam di bagian depan kantor serta mesin pengaduan dan informasi yang tersedia di lingkungan Samsat.
Penjelasan tersebut mendapat sorotan keras dari Helpin Zebua, Pimpinan Wilayah LSM KCBI Kepulauan Nias. Ia menilai persoalan ini mencerminkan adanya ketidakterpaduan antara kebijakan gubernur dan sistem pelayanan yang diterapkan di lapangan.
“Saya menduga SK Gubernur tidak terintegrasi dengan sistem yang digunakan di Samsat Gunungsitoli. Jika kebijakan itu dilaporkan seolah-olah sudah diterapkan, tetapi praktiknya tidak sesuai, maka ini kesalahan serius dan berpotensi merugikan masyarakat,” tegas Helpin.
Ia juga menyoroti minimnya transparansi dan edukasi publik terkait mekanisme pemutihan. Menurutnya, mayoritas masyarakat hanya mengetahui adanya diskon dan pemutihan pajak, tanpa pemahaman bahwa sistem dapat membebankan pajak hingga tahun yang belum jatuh tempo.
“Seharusnya ada meja konsultasi aktif sebelum masyarakat ke loket. Petugas di garda terdepan wajib menjelaskan secara utuh. Fakta di lapangan, itu tidak terlihat,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, salah seorang petugas Samsat mengakui bahwa pembebanan pajak hingga tahun 2026 bahkan 2027 telah diberlakukan kepada wajib pajak lainnya, dan sebagian masyarakat yang dinilai taat pajak tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Namun, pernyataan ini justru memunculkan kritik lanjutan. Helpin Zebua menegaskan bahwa kerelaan sebagian masyarakat tidak dapat dijadikan dasar pembenaran hukum.
“Kalau ada warga yang tidak keberatan, itu urusan pribadi. Tetapi negara tidak boleh menjadikan sikap diam atau kemampuan bayar sebagai legitimasi praktik yang tidak sesuai aturan. Hukum itu mengikat semua,” tegasnya.
Menurut Helpin, kondisi tersebut memperkuat dugaan bahwa pembebanan pajak masa depan telah berlangsung secara sistemik dan berpotensi menjebak masyarakat awam yang tidak memahami regulasi perpajakan kendaraan bermotor.
Terkait klaim adanya petugas dan mesin informasi, Helpin membantah berdasarkan pengamatannya di lapangan.
“Saya sering melintas di kantor Samsat ini dan tidak pernah melihat meja konsultasi aktif atau satpam yang secara khusus mengarahkan wajib pajak sebelum ke loket. Mesin informasi juga tidak terlihat jelas. Kalau pun ada, seharusnya ada petugas yang memandu,” ujarnya.
Ia menilai kondisi tersebut bertentangan dengan prinsip pelayanan publik yang transparan, adil, dan beretika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Berdasarkan telaah regulasi, SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/712/KPTS/2025 secara tegas memberikan pembebasan pokok tunggakan PKB sebelum tahun 2024. Sementara itu, penagihan pajak untuk tahun 2026 dan 2027 dinilai bermasalah karena belum jatuh tempo, dan dalih “sistem otomatis” tidak dapat mengesampingkan kebijakan hukum yang berlaku.
Kasus yang dialami Marthin Mendrofa dinilai menjadi cerminan bahwa program pemutihan berisiko kehilangan makna apabila tidak dibarengi kesiapan sistem, sinkronisasi regulasi, serta pelayanan publik yang transparan dan informatif.
Saat wartawan sikatnews.id konfirmasi kepada kepala KUPTD Samsat Gunungsitoli melalui via whats app terkait kejadian tersebut justru “memilih bungkam dan mandul” sabtu, 13/12/2025
Hingga berita ini diturunkan, LSM KCBI Kepulauan Nias menyatakan akan mendorong evaluasi menyeluruh terhadap penerapan program pemutihan PKB di Samsat Gunungsitoli, serta membuka peluang pengaduan resmi ke Bapenda Provinsi Sumatera Utara dan Ombudsman RI guna memastikan kepastian hukum serta perlindungan hak masyarakat.###








