LAKRL Ajukan Gugatan atas Kepemilikan Tanah di Pulau Batam

SIKATNEWS.id | Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) mengajukan gugatan atas kepemilikan tanah di Pulau Batam, Rempang, dan Galang. Gugatan itu dipicu oleh kezaliman penguasaan tanah di Batam dan sekitarnya.

Salah satu bukti kasus Purajaya, sementara lembaga memiliki Sertifikat Hak Milik berupa Grant Sultan yang belum pernah dialihkan dan dibatalkan sejak diterbitkan pada 1889 hingga sekarang.

”Banyaknya kasus tanah, khususnya di Batam, Rempang, dan Galang, yang telah dikuasai oleh konsorsium mafia penguasaan tanah yang bekerja sama dengan BP Batam, memicu kami sebagai Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga tidak lagi bisa tinggal diam. Warga masyarakat adat dijajah dengan merampas hak atas tanah, dengan cara legal, yakni menggunakan regulasi yang dibuat sendiri oleh BP Batam. Salah satu bukti nyata adalah kasus Hotel Purajaya yang dicabut dan dirobohkan dengan cara-cara biadab,” kata Said Ubaidillah, Juru Bicara LAKRL, kepada wartawan di Batam, Senin (07/04).

Gugatan perdata untuk meraih kembali hak Kesultanan Riau Lingga atas tanah yang didasari pada Grant Sultan yang setara dengan Sertifikat Hak Milik, telah diajukan pada Februari 2025 ke Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan nomor perkara 38/Pdt.G/2025/PN Btm. Perkara perdata tersebut telah diproses melalui beberapa kali sidang mediasi, namun BP Batam, kata Said Ubaidillah, tidak pernah datang.

”Tanggal 16 April 2025 yang akan datang sidang akan memasuki pada pokok perkara gugatan yang kami sampaikan. Kami harap pihak BP Batam menghadiri dengan membawa dokumen serta bukti yang ada. Kami akan membuktikan bahwa masyarakat adat memiliki hak atas tanah di Pulau Batam, yang selama ini diabaikan oleh BP Batam,” ucap

Said Ubaidillah. Dia menjelaskan masyarakat adat Melayu Riau Lingga di Kepulauan Riau adalah pemilik sah tanah-tanah di Kepri, bukan sebagai penonton apalagi sampai terusir dari tanahnya sendiri.

Said Ubaidillah yang akrab dipanggil sebagai Ubay menyebut, dua kasus besar di Batam, yakni kasus Rempang dan kasus pencabutan lahan dan perobohan Hotel Purajaya, merupakan bukti kuat Pulau Batam dan sekitarnya telah disalah-gunakan oleh oknum-oknum yang menggaunakan jabatan di lembaga, pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan bahkan yudikatif.