Buronan Mabes Polri, Ted Sioeng Terindikasi Kongkalikong dengan BP Batam untuk Cabut Alokasi Lahan Hotel Pura Jaya

SIKATNEWS.id | Ted Sioeng terindikasi bersekongkol dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk mencabut alokasi lahan Hotel Pura Jaya. BP Batam mencabut alokasi lahan Hotel Pura Jaya pada 11 Mei 2020, sementara Ted Sioeng melaporkan Rury ke Mabes Polri pada 14 September 2021.

Untuk diketahui, Ted Sioeng merupakan buronan Interpol yang baru saja ditangkap oleh Tim Mabes Polri di China dengan kasus kredit macet Rp1,5 triliun di Bank Mayapada.

“Kami melaporkan Ted Sioeng ke Polda Kepri, dugaan fitnah dan pencemaran nama baik yang menyebabkan kami rugi setidaknya Rp100 miliar. Bukan itu saja, ternyata pencabutan alokasi lahan milik kami (PT Dani Tasha Lestari) ternyata diawali dengan permufakatan jahat antara seseorang dengan BP Batam. Seseorang itu adalah orang yang memperkenalkan kami kepada Ted Sioeng,” kata Direktur PT Dani Tasha Lestari (DTL) Rury Afriansyah kepada wartawan di Batam, Minggu (1/12/2024).

Ditemui di tempat terpisah, Kuasa Hukum PT DTL, Eko Nurisman SH, membenarkan pihaknya sedang mempersiapkan laporan ke Polda Kepri tentang fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Ted Sioeng, buronan Interpol yang baru saja ditangkap Mabes Polri, Jumat (29/11/24). Kliennya Rury Afriansyah diperkenalkan oleh seorang pengacara Zudy Fardy kepada Ted Sioeng. Diketahui, Zudy Fardy dan Walikota Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi sama-sama pengurus Partai NasDem Provinsi Kepri.

Pada 2019 lalu, kata Eko Nurisman, kliennya berencana menjual Hotel Pura Jaya bersama lahannya. Zudy Fardy memperkenalkan Rury Afriansyah kepada Ted Sioeng, dan akhirnya sepakat untuk membeli Hotel Pura Jaya seharga Rp206 miliar. Mereka menanda-tangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di Notaris Anli Cenggana pada 28 Agustus 2019. Dalam perjanjian itu, Ted Sioeng berjanji akan membayar uang muka Rp25 miliar ditambah Rp11 miliar untuk perpanjangan Uang Wajib Tahunan (UWT), dan seterusnya 5 kali pembayaran masing-masing Rp28.300.000.000 dan pembayaran terakhir Rp26.000.000.000.

Menurut kesepakatan dalam perjanjian, setelah pembayaran ke-4, yakni setelah total pembayaran 86 persen dari keseluruhan nilai hotel, barulah terjadi peralihan saham PT DTL dari pihak Rury Afriansyah ke Ted Sioeng. Pembayaran dari Ted Sioeng dalam perjanjian disebut melalui cek Bank Mayapada. Bank Mayapada merupakan bank yang memberi pinjaman hingga Rp1,5 triliun ke Ted Sioeng yang akhirnya kabur ke China.

Tanpa penjelasan, Ted Sioeng tidak menunaikan kewajibannya sebagaimana dituangkan dalam PPJB, malah pada awal 2020, Ted Sioeng dipertemukan oleh Zudy Fardy ke BP Batam untuk mengatur peralihan tanah milik PT DTL (Pura Jaya) ke tangan Ted Sioeng. Bukti persekongkolan BP Batam terungkap dari Surat BP Batam nomor B.804/A3.1/KL.02.02/3/2020 tanggal 6 Maret 2020 yang ditandatangani oleh Direktur Lahan Ilham Eka Hartawan.

Dalam surat itu BP Batam menjelaskan kepada Ted Sioeng perihal rencana BP Batam akan mencabut alokasi lahan milik PT DTL. Surat Ilham Eka Hartawan itu diperkuat dengan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Muhammad Rudi pada 11 Mei 2020, nomor 89 tahun 2020, surat Keputusan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tentang Pembatalan Pengalokasian Lahan milik PT DTL.

Sebelum dibatalkan, menurut Eko Nurisman, Zudy Fardy mengajak pihak PT DTL ke Singapura, yakni ke rumah kediaman Ted Sioeng, yang meminta agar PT DTL memberi pengurangan harga sebanyak Rp20.000.000.000 (dua puluh miliar) dari harga yang telah disepakati pada PPJB. Untuk memperlancar komunikasi antara Ted Sioeng dengan PT DTL, pengemplang hutang Rp1,5 triliun di Mayapada itu menunjuk Zudy Fardy sebagai penghubung.

Kemudian pada 20 Februari 2020, Ted Sioeng meminta perwakilan PT DTL datang ke rumah Ted Sioeng di Singapura dengan maksud Kembali membicarakan penawaran angka diskon sebesar Rp20.000.000.000 (dua puluh miliar) dari harga yang telah di sepakati dalam PPJB, namun PT DTL tidak bersedia, dan akhirnya Ted Sioeng mendatangi rumah Raja Zubaidah, Komisaris Utama PT DTL membahas pengurangan Rp20.000.000.000. Alasan Ted Sioeng agar pengurusan surat-surat dilakukan sendiri oleh Ted Sioeng.

Beberapa kali Zudy Fardy datang ke rumah Komisaris PT DTL, dan terakhir Zudy Fardy menyampaikan Ted Sioeng tidak bisa memperpanjang UWT Pura Jaya sebab diminta untuk menyetor uang jaminan 30% dari nilai total investasi. Setelah tidak dapat dipenuhi oleh PT DTL,karena telah melenceng dari perjanjian, seminggu kemudian yakni pada 11 Mei 2020, Muhammad Rudi mencabut alokasi lahan Pura Jaya.